PL 48.

419 37 5
                                    

~•~

~•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•~
.Comeback again.


~Selamat Membaca~

***

Menyadari Alvaro sudah kembali dari taman belakang, Dinar buru-buru menghapus air matanya, tersenyum seolah dia baik-baik saja.

"Bunda gimana? Sudah nggak apa-apa?"

"Alhamdulillah Bunda nggak apa-apa," Alvaro meraih tangan Dinar untuk ia genggam. "Jangan terlalu di pikir soal omongan Bunda tadi ya, kamu tau kan. Bunda hatinya juga sensitif,"

"Aku nggak apa-apa Al, justru aku khawatir sama Bunda. Seharusnya tadi kita memang langsung pulang."

"Iya.. Maafin aku ya," ujar Al lembut.

"Kenapa harus minta maaf? Kamu juga nggak salah. Wajar kalau kamu bosen di rumah, Tapi untuk saat ini memang baiknya kamu di rumah dulu, sampai kondisi kamu pulih." Alvaro mengangguk patuh lalu meminta Dinar membantunya berbaring di atas kasur.

"Aku mau ke kamar mandi dulu,"

Alvaro yang sudah berbaring terlentang, menatap langit-langit kamarnya. terdiam seperti sedang berpikir, Al menoleh pada pintu kamar mandi memastikan apakah Dinar masih berada di kamar mandi dan masih lama.

Masih mendengar suara gemericik air, Al pun mengambil ponselnya, entah apa yang di lakukannya namun tidak lama ada seseorang yang menelponnya.

Al segera menggeser panel hijau di layar gawainya. "Halo." jawabnya sangat pelan.

"Ngapain lo telepon?" bisiknya sambil matanya terus mengawasi pintu kamar mandi.

"Jangan sekarang, waktunya kurang tepat." balasnya menjawab ucapan si penelpon.

"Nanti gue kabarin kalau sudah ada waktu yang pas, gue tutup sebelum Dinar tau." bisiknya semakin memelankan suaranya ketika menyebutkan nama sang istri.

Bertepatan dengan itu pintu kamar mandi terbuka, muncul Dinar yang langsung menatap Alvaro. Perempuan itu sempat mengernyitkan kening saat melihat Alvaro yang sedang menaruh ponselnya di atas nakas.

Gerakannya seperti tergesa-gesa. "Kenapa?" tanyanya lalu menyusul Alvaro tidur di sampingnya.

"Nggak ada," jawab Al mencoba tersenyum.

"Ada yang telepon?"

Alvaro menggeleng kuat, merubah posisi menjadi miring kearah Dinar. "Nggak ada sayang, tidur yuk. Aku ngantuk," ujarnya menarik Dinar dalam dekapannya mencium kening, pipi dan juga bibir sebelum memejamkan matanya.

Perfect love (Alvaro season 2) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang