"Pergilah,"
"Ya?"
"Kau tidak kenapa-napa, bukan? Tidak ada luka sama sekali pada dirimu."
"Sowon eonie, apa yang sedang kau bicarakan?"
Sowon menyeduh teh hangat yang menjadi teman sarapan paginya. Dia menatap Sinb dengan tatapan sulit ditebak.
"Aku sudah lelah mengurusmu, sekarang aku sudah menemukan siapa yang harus aku sayangi."
Sinb tersenyum cerah. "Kau mengingat segalanya?"
Sowon menganggukan kepalanya.
"Benarkah?! Sowon eonie, aku senang mendengar kabar ini!!!"
Sinb beranjak dari kursi meja makan itu, berlari kecil menghampiri Sowon dan memeluk Sowon erat. Dahi Sowon berkerut, kemudian dia melepaskan tangan Sinb yang membuat lehernya hampir tercekik.
"Yak! Apa kau sudah tidak waras?!"
"Eonie~ Aku merindukanmu~"
"YAK! APA YANG KAU LAKUKAN?!!"
Sinb seketika melepaskan pelukan penuh pemaksaan itu, dia terkejut karena Sowon tiba-tiba saja membentak dirinya. Ada rasa sakit kala mendengar dibentak seperti itu.
"Sowon eonie," panggil Sinb lirih.
"Adikku adalah Kim Yerin, dan aku hanya mempunyai dia di dunia ini."
Dan berhasil menusuk ke dalam hatinya. Rasanya Sinb ingin berlari ke atap gedung apartemen, dia ingin melompat dari sana dan kembali ke tempat yang seharusnya.
"Kau mengerti sekarang? Jadi, silahkan kau pulang ke rumahmu, karena aku sudah cukup merawatmu selama ini."
"Sowon eonie, aku juga adikmu."
"Kau berhayal?" tanya Sowon sambil tertawa. "Jangan mengada-ngada, sekarang silahkan keluar dari sini karena Yerin akan datang dan tinggal bersamaku."
"Kenapa? Kenapa kau hanya mengingat Yerin eonie saja? Kenapa kau tidak mengingatku?"
Sowon beranjak. "Kau siapa? Sekali lagi aku bertanya, kau siapa dalam hidupku, hah?"
"Maaf kalau begitu," sesal Sinb, ia menundukkan kepalanya.
"Tidak perlu meminta maaf, aku yang seharusnya meminta maaf kepadamu, karena aku kau harus berakhir di sini." ucap Sowon.
"Sowon eonie, kau boleh tidak mengingatku, tapi bisakah kau mengingat yang lainnya? Eunha eonie... Yuju eonie... dan Umji."
Sowon mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet tebalnya. "Ambil ini, cari tempat yang baik untuk dirimu melanjutkan hidup."
Air mata itu jatuh begitu saja, Sowon merasa terluka kala melihat tetesan air mata Sinb. Tangannya lantas terangkat, ia mengusapnya dengan penuh kasih sayang.
"Jangan bersikap aneh lagi, kau harus hidup seperti seharusnya, ya. Kim Sinb, itukan namamu? Lanjutkam hidupmu, jangan pernah kau mengusik kehidupanku lagi, mengerti?"
"Aku tidak akan mengusikmu lagi, kok. Aku akan pergi untuk selamanya. Tetapi... "
Sowon menunggu kelanjutannya.
"Bisakah kau mengingat adik-adikmu yang lainnya? Dan kalau perlu, aku tidak seharusnya ada dalam daftar memorimu."
Sowon mengusap puncak kepala Sinb. "Aku sudah mengingat segalanya, Kim Yerin adalah adikku."
"Sowon eonie, tolong dengarkan aku. Kim Eunha, Kim Yuju, Kim Sinb, dan Kim Umji adalah adikmu juga." ucap Sinb lirih, ia menahan lengan Sowon.
"Jangan menangis, kau terlihat jelek saat sedang menangis." ucap Sowon, ia menangkup pipi Sinb dan mengusap air mata yang menjejak.
