"Ayo diminum!"
"Kau yakin memesankan minuman ini untukku?"
Yuju mendengus. "Katanya terserah apa saja, jadi aku pesankan saja itu!"
Umji menaikan sebelah alisnya. "Kenapa? Kau tidak suka?"
"Bu-bukan begitu, tapi aku—"
"Coba saja! Jus anggur ini sangat enak untuk dinikmati. Apalagi saat siang seperti ini." potong Yuju cepat.
Jus anggur bukan minuman yang baik bagi Sinb, karena Sinb itu alergi terhadap anggur merah.
"Rasanya lezat, kok!" kata Yuju, dia juga memesan minuman yang sama.
"I-iya,"
Karena tidak mau dicap orang kurang menghargai, akhirnya Sinb pun menyedot minuman tersebut. Dia menelannya dengan susah payah, kemudian memutuskan untuk mengaduknya saja.
"Kau sebenarnya makhluk yang turun dari mana, sih?!" tanya Umji.
"Aish, sopan sedikit kepadaku, Umji yya... "
"Mana aku tahu, karena yang aku tahu kau adalah makhluk aneh!" seru Umji.
Yuju terkikik. "Umji benar, kau adalah makhluk aneh yang mengaku-ngaku. Sangat tidak jelas!"
Sinb mendengus. "Aku harus bersabar, jangan menghujat!"
Menetralkan rasa sebal itu dengan menyedot sekaligus minuman yang ada. Tidak lama Sinb malah merasakan sesak yang tak tertahankan. Dia melirik gelas yang sudah hampir habis itu, tangannya gemetar.
"Ka-kau kenapa?" tanya Umji.
Sinb menggeleng pelan, pandangannya memburam, hingga pendengarannya yang berdengung. Rasanya dunia ini berputar, Sinb tiba-tiba saja menggenggam kuat-kuat gelas itu.
"Hei? Kau kenapa?" Yuju yang kebetulan dekat dengan Sinb menepuk-nepuk pipi gadis itu.
Brukh!
.
.
."Datang terlambat karena bocah itu?"
Eunha menunduk.
"Seharusnya Anda tahu mana yang harus diutamakan!"
Eunha kian tertunduk saja, apalagi ketika nada bicara Sowon yang semakin meninggi.
"Saya minta maaf, Sajangnim... "
Sowon mendengus, kemudian dia memutuskan untuk duduk. Memijat pelipisnya guna mereda rasa pening. Sebenarnya Eunha yang terlambat limabelas menit saja, tapi karena berkas ada di tangan Eunha, semua batal.
"Kau membatalkan sebuah rencana yang sudah matang," kata Sowon.
"Saya mohon maaf, Sajangnim... "
"Anda harus turun jabatan mulai pekan depan sepertinya."
"Ti-tidak, jangan lakukan itu, Sajangnim... Jangan, jangan menurunkan jabatan saya... "
Eunha memohon di sana, dia yang semula takut terhadap Sowon pun memberanikan diri untuk mendekat. Dia menyatukan kedua tangannya, memohon dengan wajah yang memelas.
Drrrtttt!
Sowon menahan Eunha hanya menggunakan telapak tangannya, dia menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal. Menerima itu karena takut hal penting.
"Hallo?"
" ... "
"Ya, itu saya."
" ... "
