Pandangan Arin kosong menatap depan, dari semalam ia tak tidur karena menangis. Untung saja, ayahnya tidak tahu.
Dita melihatnya dengan tatapan bingung. Detik kemudian Dita saling pandang ke Sita dan Sita hanya mengangkat bahunya.
"Mbak Arin kenapa?" bisik Dita.
"Patah hati," sahutnya.
"Hah?"
"Udah jangan nanya lagi. Kita ke depan saja, buat beres-beresin bunganya." Sita berjalan terlebih dahulu, kemudian di susul oleh Dita.
Sita dan Dita membagi tugasnya. Sita yang bagiannya menyiram dan merawatnya. Dan Dita, bagian mempercantik dan mengharumkan bunganya.
Saat sedang asiknya membereskan bunga, seorang pria kembar mendatangi toko bunga tersebut.
"Permisi," sapanya.
Sita dan Dita menatapnya dengan tercengang. Mereka terkesiap dengan kegantengan si kembar itu. Tau kembar? Galang dan Gilang pastinya.
"Ada bunga mawar?" tanya Gilang ramah pada mereka yang masih diam.
Galang mengkerutkan alisnya, melambaikan tangan di wajah mereka.
"Hey!"
Bentakannya mampu membuat haluannya pecah. Sita dan Dita langsung di buat gelagapan.
"Ca - cari apa, Mas?!" tanya Sita cepat.
"Bunga mawar," jawab Gilang datar.
"Bunga mawar ada di sebelah sana, Mas," ujar Sita menunjuk ke bagiannya.
"Boleh antarkan saya ke sana?"
Sita mengangguk, kemudian mereka pergi ke bagian tempat khusus bunga mawar.
Dita dan Galang saling diam. Terutama dengan Dita yang masih terpakau olehnya.
"Mas ini, mau cari apa?" tanya Dita memberanikan diri.
Galang mendongak. "Bunga anggrek. Ada atau enggak?"
"Ada, Mas. Mari ikut saya," balas Dita yang di buntuti oleh Galang.
Sekian lama melihat bunga yang si kembar inginkan masing-masing, akhirnya mereka dapatkan juga.
"Bunganya harum, indah lagi!" puji Gilang tersenyum.
"Pasti dong, Mas. Di toko kami ini, bunganya indah dan harum semua," sahut Sita.
"Kalau boleh tahu, siapa pemilik toko bunga ini?" tanya Galang menasaran.
"Kenapa?" tanya Sita dan Dita barengan.
"Pengen ketemu aja, boleh?"
"Boleh, Mas. Tunggu sebentar," jawab Dita kemudian masuk memanggil Arin.
"Mbak, ada yang mau ketemu sama Mbak," panggil Dita. Arin menghapus air matanya, kemudian melirik ke arah Dita.
"Siapa, Dita?"
"Dua cowo kembar."
"Kembar?" ulangnya.
Dita mengangguk. "Kalau gitu, Dita permisi dulu."
Arin mengerjab-ngerjabkan matanya, menyesuai kan pikirannya. "Kembar? Siapa? Si kembar tukang bully kahh?"
Karena penasaran, akhirnya Arin keluar menemuinya.
Degg!
Tubuh Arin mematung saat melihat mereka berdua. Benar! Galang dan Gilang, si cowo tukang bully.
"Yang punya toko ini?" tanya Gilang ragu-ragu.
"Iya, saya sendiri," jawab Arin cepat.
"Oh. Perken--"
"Kamu Gilang, dan kamu Galang," potong Arin. Mereka berdua terdiam sejenak, menatap lekat wajah Arin.
"Kamu Arin?!"
"Iya, aku Arin."
Galang menatap tak percaya dengan penampilan Arin yang sekarang. Berubah bangat, makin cantik pula.
"Waww! Cantik bangat kamu, Rin!" puji Gilang.
"Hmm, makasih," jawab Arin dingin.
"Ini tokoh kamu?"
"Iya."
"Kok kalian bisa ada di sini?" kini giliran Arin bertanya.
"Liburan aja ke sini, ngilangin suntuk. Ehh malah ketemu kamu di sini," balas Galang terkekeh.
"Mawar gimana kabarnya?"
"Baik. Cuman untuk sekarang ini, dia kurang baik. Kondisinya lemah," lirih Gilang menunduk.
Csnya sakit? Oh tidakkk!!
"Kenapa?" tanya Arin penasaran.
"Dia ketabrak waktu balapan," balas Galang.
"Balapan?"
Si kembar mengangguk bareng.
"Waktu itu Mawar balapan, karena ingin menenangkan pikirannya yang sering berubah-ubah. Dan kami juga tidak tahu, kenapa dia bisa ketabrak," jelas Galang tersenyum kecut.
"Yang sabar yaa," balas Arin menatap ke arah lain.
"Rin, kami mau minta maaf soal yang kejadian dulu. Kami sering ngebully kamu, maafin kita ya Rin?"
Arin tersenyum senang, ternyata mereka berdua udah berubah. "Iya, aku maafin kok."
"Makasih, Rin!" seruh mereka barengan.
"Ehh, kalian mau beli bunga untuk siapa?" tanya Arin penasaran.
"Buat pacar kami," jawabnya kompak.
"Waw, selamat ya. Semoga sampai nikah nanti."
"Makasih," ucapnya barengan.
Sementara Sita dan Dita yang menguping di balik pintu, langsung pata hati mendengar kalau si kembar sudah mempunyai pacar.
"Kok sakit yaa?" gumam Sita memegangi dadanya.
"Kamu udah ketemu, Raja?" tanya Galang menatap lekat wajah Arin yang tengah menunduk.
"Sudah. Dia sudah tunangan," sahutnya.
"Whatt?! Tunangan!" Galang dan Gilang saling pandang, kemudian menatap Arin tidak percaya.
"Serius. Semalam aku lihat acaranya."
"Lah, kami kira dia bakal tunangan sama kamu. Ehh, nyatanya sama orang lain."
"Udah lah, biarin," pasrah Arin tersenyum paksa mencoba menutupi lukanya.
"Kami pergi dulu, Rin. Sudah di tunggu seseorang," pamit mereka seraya meninggalkan toko bunga.
Arin menatap punggung mereka berdua dengan mata yang sudah merah menahan tangis.
"Aww! Sakitt bangat!" pekik Arin memegangi kepalanya.
"Ehh!" kaget Arin ketika darah keluar dari hidungnya. Arin cepat-cepat menghapus dari tersebut, tetapi darahnya malahan keluar lebih banyak.
"Yaampun, Mbak!" kaget Sita segera berjongkok dan membantu Arin berdiri.
"Mbak kenapa? Loh, ini kan darahh. Kita ke rumah sakit, Mbak!" ujar Sita panik. Arin hanya menurut, dirinya sangat lemas untuk mengucapkan kata-kata.
"Dita! Jaga toko bunga sebentar! Aku sama Mbak Arin mau ke rumah sakit!" teriak Sita.
"Oke!"
***
Follow Pena0716
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJAWALI [TAMAT]✔
Fiksi PenggemarSequel cerita [Gadis Gendut Milik Mafia] "Jangan menangis, aku tidak pergi. Hanya saja, takdir yang akan berbeda," ucap Arin lembut seraya menghapus air mata Raja. "Aku tidak bisa tanpamu. Kumohon, jangan tinggalkan akuu." "Aku tidak bisa. Berjanjil...