Husman duduk di luar ruangan sambil bersenderan. Sita dan Dita pun duduk di sebelahnya Husman.
Sita mengusap pundak Husman. "Pak, yang sabar ya. Mbak Arin pasti sembuh."
"Arin kenapa bisa kaya gitu? Sejak kapan ia sakit parah seperti itu?" tanya Husman menengok ke Sita.
"Saya gak tahu, Pak. Waktu itu, Mbak Arin kepalanya pusing, terus saya anterin ke rumah sakit. Pas di periksa, saya tanya sama Mbak Arin. Dianya gak bilang," aku Sita mengingat kejadian sebelumnya.
Husman mengerutkan alisnya. "Sakit?"
Sita mengangguk.
Husman langsung berdiri, dan mencari dokter yang sering memeriksa Arin. Mata Husman melarak ke sana dan kemari, dokternya ketemu.
Dirinya menghampiri dokter itu. "Maaf, dok. Dokter yang sering memeriksa anak saya kan? Yang bernama Arin."
"Iya, betul."
"Anak saya kira-kira sakit apa ya?"
"Bapak belum tahu dengan penyakitnya? Anak bapak yang bernama Arin, kena penyakit tumor ganas. Penyakit itu, sudah lama di dalam tubuhnya. Bahkan, tumornya sudah penyebar kemana-mana."
Kaki Husman di buat lemas, jantungnya tak karuan. "Tu - tumor?"
"Iya, Pak."
"Astagfirullah!" Husman membungkam mulutnya sambil menangis.
"Bahkan, umurnya pun gak bakal bertahan lama pak. Jika Allah berkehendak lain, insyaallah bakal sembuh. Doakan saja."
"Yasudah, saya permisi dulu pak."
Husman mengangguk, kemudian duduk di bangku dekat situ. Pikiran Husman semakin kacau, hatinya tak tenang.
"Pak Husman!" teriak Sita saat menemukan keberadaannya.
Husman melirik ke Sita. Sita menghampiri Husman dan duduk di sampingnya.
"Apa kata dokter, pak?"
"Arin kena rumor," lirih Husman lemas.
"Apa?! Tumor?!"
"Iya."
"Ya Allah, Mbak! Kenapa bisa kena tumor?" bingung Sita.
"Umur Arin gak bakal lama, karena tumor itu," sambung Husman menunduk.
"Kita sama-sama doakan ya, Pak. Semoga Mbak Arin sembuh dari penyakitnya," ujar Sita lembut.
_
Rara mendorong kursi roda yang Raja duduki. Badan Raja mulai membaik sekarang, bahkan ia sudah bisa berbicara dan tersenyum.
Mamanya sengaja membawa Raja berjalan-jalan di halaman rumah sakit. Ia dan Raja ingin mencari udara segar.
Rara berhenti tepat di taman rumah sakit. Kemudian berjongkok di hadapan Raja.
"Kamu tunggu di sini sebentar, mama mau beli makanan dulu buat kamu," ujar Rara lembut.
Raja tersenyum, kemudian mengangguk. "Iya, Ma."
Rara kembali berdiri, mengacak rambut Raja gemas. "Mama tinggal dulu."
Setelah kepergian Rara, Raja diam di kursi roda sambil menatap semuanya yang ada di taman tersebut.
"Bapak, sekarang makan ya. Jangan sampai gak makan, nanti sakit. Mbak Arin bakal sembuh kok."
Suara seseorang mampu membuat badan Raja tegang ketika wanita itu menyebut nama Arin.
Detik berikutnya, Raja menengok ke belakang. Matanya melebar sempurna, melihat siapa yang di sana.
"Itu pak Husman sama pelayan tokohnya Arin kan? Mereka di sini ngapain? Dan, kenapa wanita itu menyebut nama Arin? Atau jangan-jangan ... no!!" gumam Raja yang hatinya Mulai berdebar karena cemas.
Raja mengayuh rodanya menghampiri mereka. Kemudian berhenti di depannya, membuat Husman dan Sita menatapnya dengan tercengang.
"Bapak sakit apa? Ko bisa di sini?" tanya Raja melirik mereka satu-satu.
Sita nampak gagap, sementara Husman menunduk sedih ketika mengingat anaknya yang sedang berjuang untuk hidup.
"Pak ...?"
"Bukan bapak yang sakit, tapi Arin," balas Husman berlirih.
"Arin sakit apa?!" tanya Raja mulai cemas.
"Tumor."
Duarrr!
"Sejak kapan?!"
"Sudah lama," lirih Husman sambil mengusap air matanya.
"Sekarang, Arin di mana?"
"Arin di ruangan Anggrek nomor 69. Dia sedang bertahan hidup dengan alat medis."
Hati Raja benar-benar hancur sekarang. Wanita pujaannya sedang mati-matian bertahan untuk sembuh.
"Boleh antarkan saya ke sana?"
Sita bimbang, ia ingin mengantarkannya tetapi tak tega meninggalkan Husman.
Sita melirik Husman seraya memohon izin. Husman yang akan paham dengan itu, langsung mengiyakan.
Sita tersenyum, kemudian berdiri. Lalu mendorong kursi rodanya menuju ruangan Arin.
Sepanjang lorong rumah sakit, Raja tak henti-hentinya bergumam cemas karenanya.
Tubuhnya gemetar, kakinya semakin lemas. Air matanya terus saja keluar.
Sekian lama menempuh, Sita dan Raja sudah di depan ruangan Arin. Mereka langsung saja masuk.
Mata Raja menangkap sesosok wanita yang tengah di kerumuti oleh alat medis. Tubuhnya kurus dan tak berdaya. Matanya terpejam kuat dengan selang di hidung untuk bisa bernapas.
Sita mendorong kursi roda mendekati brankar. Raja langsung menggenggam jari-jemari Arin dengan kuat, menciuminya berulang-ulang.
"Sayang, ayoo bangun. Aku di sini, merindukanmu. Bahkan sangat, sangat merindukanmu! Kamu harus kuat, kamu harus sembuh! Lawan penyakitmu, Rin! Aku janji, akan menikahimu nanti, supaya kita bisa bersama-sama terus sampai maut memisahkan kita!" cerocos Raja sembari terisak menunduk, menciumi punggung tangannya.
Keadaan Raja kacau, matanya sembab.
Sita merasa iba dengan pria yang di hadapannya. Ternyata benar, semua wanita akan di jadikan ratu jika bertemu dengan orang yang tepat.
***
Follow Pena0716
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJAWALI [TAMAT]✔
FanfictionSequel cerita [Gadis Gendut Milik Mafia] "Jangan menangis, aku tidak pergi. Hanya saja, takdir yang akan berbeda," ucap Arin lembut seraya menghapus air mata Raja. "Aku tidak bisa tanpamu. Kumohon, jangan tinggalkan akuu." "Aku tidak bisa. Berjanjil...