|Dirawat|

890 37 0
                                    

Tubuh Raja kejang-kejang dengan mata mendelik. Rara yang baru saja masuk kd kamarnya, langsung syok.

Dia berlari cepat ke atas ranjang, lalu memangku wajah anaknya.

"Raja! Bangun Raja! Kamu kenapa?!" panik Rara menepuk pipi putranya berulang-ulang.

Raja masih kejang-kejang.

Di cukup tidak ada sahutan dari Raja, Rara berteriak memanggil suaminya.

"Mas! Raja Mas, hiks!" teriak Rara sambil menangisi putranya.

Kondisi Raja kembali memburuk. Tubuhnya pun semakin kurus dan kacau. Wajah Raja pucat basi seperti mayit.

"Mas Rio!" teriak Rara lagi. Kali ini teriakannya kencang.

Rio masuk dengan tergesa-gesah bersama Doni. Mereka berdua berdiri di harapan Rara.

"Panggil ambulan cepat! Raja, Mas! Hiks, putra kita!" tangis Rara kencang sambil mendekap tubuh Raja.

"Telpon ambulan, Don! Cepat!" panik Rio memangku Raja. Doni bergegas keluar untuk menelpon ambulan.

Rio dan Rara mengangkat tubuh putranya, kemudian di bawa keluar.

Rio nampak cape dengan membawa tubuh Raja dari atas. Mobil ambulan sudah sedia, dan perawatnya langsung membantunya.

Tubuh Raja di baringkan ke brankar, kemudian di masukan ke dalam yang di iringi Rara.

Rara terus menangisi putranya, tak sanggup melihat kondisi seperti itu.

"Tahan, nak. Kita hampir sampai!" tangis Rara dengan suara gemetar.

Wiuu! Wiuuu! Wiuuu!

Suara ambulan sangat santar di telinga. Rara mrnggegam tangan Raja kuat, mencoba memberikan semangat.

"Kamu kuat, nak!"

_

Para suster mendorong brangkar Raja menelusuri lorong rumah sakit. Rara dan Rio berlari panik plus takut.

Mereka semua akhirnya berhenti tepat di ruang UGD. Rara dan Rio menunggu, sementara Raja sedang di tangani.

Rio menarik rambutnya prustasi. Persetan dengan keadaan! Rio mengamuk, ia langsung memukul tembok berulang-ulang.

"Ahkkk! Kenapa jadi seperti ini?!" teriak Rio sambil menangis.

Rara bangkit, mencoba menengkan suaminya. "Sudah, Mas. Hentikan! Yang ada kamu bakal terluka!" cega Rara memeluk tubuhnya.

Rara menumpahkan tangisannya di dalam dekapan Rio. Mereka sama-sama menangis karena putranya.

Dokter keluar dari ruangan menghampiri Rara dan Rio. Rara langsung melepas pelukannya, kemudian menatap sang dokter.

"Gimana keadaan putra kami?" tanyanya panik.

"Kondisi putra bapak sangat memprihatinkan. Tubuhnya banyak luka dalam yang menyebabkan kondisinya memburuk. Saya sarankan, putra bapak harus di rawat di sini dulu untuk beberapa hari. Supaya kami bisa memantau kondisinya," jelasnya panjang lebar.

Rara dan Rio menyimak penjelasannya, kemudian mengangguk. "Baik, dok. Rawat putra kami dengan baik."

"Baik. Kalau begitu, saya permisi dulu," pamit dokter seraya pergi dari hadapan mereka.

Setelah kepergian dokter, mereka berdua langsung masuk ke dalam. Rara menutup mulutnya saat melihat tubuh Raja yang di penuhi oleh alat medis.

Rara berlari kecil, kemudian duduk dan menggegam jarinya. "Nak, bangun sayang. Kamu harus kuat!" isak Rara.

Rio merasa iba dengan istrinya yang terus-terusan menangisi putranya. Ia mendekat, kemudian mengusap punggung lebar Rara.

"Sudah, jangan nangis. Kita doakan saja," ujar Rio terus mengusap punggung istrinya yang gemetar.

_

6 hari kemudian ....

Di sisi lain, kondisi Arin semakin buruk. Tumor yang ada di kepalanya semakin menyebar menyerang tubuhnya. Sehingga Arin terpaksa balik ke Bali, menemui sang ayah.

Arin sedang di dalam mobil ambulan menuju rumah sakit. Arin juga sudah menelpon Sita dan Dita untuk memberitahukan tentang dirinya.

Tubuh Arin sangat kurus, penyakitnya benar-benar membuat dia seperti mayit hidup.

Brankar di dorong oleh para suster ke ruangan UGD. Arin segera mendapatkan bantuan alat medis.

Napasnya pun di bantu alat agar bisa bertahan hidup. Saat ini, mata Arin terpejam dengan pikiran yang entah kemana.

Arin sedang melawan penyakitnya dengan cara bertahan hidup untuk beberapa hari ke depan.

Dirinya pernah berkata, sebelum ia pergi jauh dari dunia. Arin ingin melihat Raja dan ayahnya di samping dirinya.

Arin mencintai dua pria itu.

"Gimana kondisi anak saya?!"

Suara Husman terdengar samar-samar di telinga Arin yang sedang berbaring lemah.

Krekkk

Pintu di buka, Husman berlari sambil menangis. Arin pun bisa merasakan, kalau ayahnya sangat sedih melihat dirinya.

"Nak, bangun nak! Ayah di sini! Kamu harus kuat!" Husman berucap sambil memberikan semangat di samping telinga Arin.

Arin menangis dengan mata terpejam, ia belum sanggup membuka matanya. Rasanya berat dan juga sakit jika tubuhnya bergerak.

"Mbak, aku di sini sama Dita! Mbak harus kuat dan sembuh!" ujar Sita ikut menangis.

***

Follow Pena0716

RAJAWALI [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang