Keluarga mereka kini tengah berkumpul di ruang tamu, kecuali Rio yang sedang mengobati istrinya karena drop kondisinya.
Rara sedang di inpus oleh dokter, di karenakan kondisi tubuhnya kurang cairan jadi gampang pingsan.
Rio mengusap lembut kepala Rara yang tengah memejamkan matanya. Mata Rio sembab karena kebanyakan nangis.
Sudah kehilangan putranya, ia juga merasakan sakit jika istrinya menangis. Keluarga Rio sedang di uji oleh cobaan yang tak terduga.
Rezeki, jodoh, dan kematian kita tidak tahu kapan mati. Yang pasti, kita siapkan dari sekarang. Terkadang takdir Allah sangat rahasia.
"Pa ...," panggil Rey dari ambang pintu menatap papanya yang lagi jagain mamanya.
Rio menengok. "Ada apa, nak?"
"Oma mau pamit, papa suruh turun ke bawa," jawab Rey. Rio mengangguk, kemudian melangkah keluar dari ruangan.
"Tolong jagain mama dulu," ujar Rio mengacak kepala rambut Rey.
"Oke."
Rio menuruni anak tangga menuju ruang tamu, dan bergabung bersama mereka.
"Mama mau pamit dulu, Rio. Tolong jaga istrimu, dia sedang terpuruk," kata Rinjani berdiri sambil menggendong Kaila.
"Bukan istriku doang, Ma. Aku juga," lirih Rio menunduk.
"Mama sudah tahu, tapi sayangnya seorang ibu lebih besar pada anaknya."
"Mama pamit," sambung Rinjani menepuk pundak Rio, kemudian keluar bersama Kenzo.
Rio membuang napas pasrah, duduk di samping ayah mertuanya. "Ini cobaan, kamu harus kuat."
Rio melirik, lalu tersenyum.
"Mama, Viola auss!" rengek Viola menarik-narik baju depan Liorna.
"Ehh?"
"Susuin Viola dulu, sayang. Sudah jam makan siang," jawab Raka menatap sang istri.
"Masa di sini sih?" tanya Liorna kesal.
"Yaudah, ayo ke kamar." Raka berdiri sambil mengambil alih gendong Viola dan pergi ke kamar bersama Liorna.
Kini tinggal Adi, Rio, dan Ana di ruang tamu. Mama Ana nampak sedih kehilangan satu cucunya, yaitu Rega. Cucu yang dulu ia sayang dan banggakan, kini telah tiada.
"Pa, mama mau ke kamar dulu."
Adi menatap kepergian sang istri. Ia tahu, mereka semua masih merasakan sedih yang mendalam karena kematian Raja.
"Masalah perusahaan Raja, gimana?" tanya Adi bersenderan.
"Belum tahu, Pa."
"Kamu terusin aja perusahaan Raja, supaya makin berkembang pesat."
"Rio coba nanti. Perusahaan Rio juga lagi kacau, jadi Rio sendiri yang nangani," balas Rio menatap mertuanya.
"Yasudah, semoga kamu bisa. Papa mau nyusul mamamu dulu," pamitnya seraya pergi dari pandangan mantunya.
Berbeda di lain tempat, Mawar tengah menangis tak terkendali akibat di kabarkan bahwa Raja meninggal.
Ingin sekali Mawar melihat makam Raja, tetapi ia masih takut oleh Omnya itu. Mawar terduduk lemas di lantai, sambil mengeluarkan air matanya.
Kanaya selaku mamanya, sudah berusaha keras membujuk putrinya. Kanaya tak tega melihat dia kacau seperti itu.
"Mawar, sudah nak. Jangan seperti ini, mama gak tega liat kamu," ujar Kanaya lembut. Mencoba mendekat untuk memeluk tubuh putrinya.
"Hiks, Mawar gak perduli Ma! Raja tega ninggalin Mawar. Mawae juga belum sempat meminta maaf!" isak Mawar menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
"Raja pasti sudah memafkanmu, nak. Jadi jangan seperti ini lagi," sahut Kanaya langsung memeluk tubuh Mawar erat.
Kanaya juga ikut berduka atas meninggalnya keponakan tersebut.
_
"Ma ... Mama jangan seperti ini lagi ya? Rey jadi sedih liatnya. Ikhlaskan Ka Raja, semoga dia tenang di sana," lirih Reyna mengusap surai rambut Rara.
"Mama masih gak nyangka, nak. Kepergian kakakmu cepat sekali, hikss!" tangisan Rara kembali terdengar.
"Rey juga gak nyangka kalau kak Raja ninggalin kita semua," balas Rey menunduk sedih.
***
Follow Pena0716
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJAWALI [TAMAT]✔
FanfictionSequel cerita [Gadis Gendut Milik Mafia] "Jangan menangis, aku tidak pergi. Hanya saja, takdir yang akan berbeda," ucap Arin lembut seraya menghapus air mata Raja. "Aku tidak bisa tanpamu. Kumohon, jangan tinggalkan akuu." "Aku tidak bisa. Berjanjil...