|Hancur|

813 35 2
                                    

Raja memakai jas hitamnya yang berwarna merah, menyeka rambutnya ke belakang hingga menampilkan dirinya tampan.

Raja tersenyum di depan cermin."Semoga Arin mau mendengar penjelasanku."

Selepas itu, Raja keluar dari kamar menuruni anak tangga. Ia melirik ke dapur yang ternyata sudah ada Doni di sana.

"Woy, makan mulu kerjaannya!" sindir Raja setengah berteriak.

"Bomat!" jawab Doni masih terpokus dengan makanan.

Raja terkekeh, ia melanjutkan perjalanannya kembali dan memasuki mobilnya yang berada di garasi.

Kemudian, mobil di jalankan ke jalanan dengan perlahan. Di sepanjang perjalanan, Raja hanya memikirkan Arin, Arin, dan Arin.

"Kemana dulu ya? Ke rumah atau ke toko bunga? Tapi kalau ke rumah, gak tau dimana. Hmmm, mending ke tokonya dulu dah!" seruh Raja tak sabaran.

Mobil Raja melaju sangat cepat, menelusuri jalanan cempaka. Matanya berkeliaran mencari toko bunga.

"Nah, mungkin itu," gumamnya saat melihat sebuah toko bunga cantik.

Raja memarkirkan mobilnya di depan, dia turun sambil menunjukan senyumnya untuk wanitanya.

"Permisi," sapa Raja lembut.

Dita yang tadi fokus dengan bunga langsung menoleh ke belakang.

"Mau beli bunga, Mas?" tanya Dita ramah.

Raja menggeleng. "Tidak. Saya mau ketemu Arin. Dianya ada kan?"

"Siapa Dita?" tanya Sita dari dalam keluar menghampiri mereka.

"Loh, Mas kan yang di cafe kemarin!" kaget Sita dengan kedatangannya tiba-tiba.

Raja tersenyum ramah ke mereka berdua. "Arinnya ada?" tanyanya memastikan.

"Mbak Arin belum datang, Mas. Biasanya sih, dia paling awal ke sini, tapi ini belum sampai juga," jawab Sita.

Raut wajah Raja berubah menjadi bingung. "Dia kemana?"

"Saya juga gak tahu."

"Kalau alamat rumahnya tahu?"

"Tahu, Mas," ucap Dita langsung.

"Saya minta alamat rumahnya," timpal Raja sambil berdecak lirih.

Dita masuk ke dalam dan menulis alamat rumah Arin. Kemudian keluar dan mengasihi alamatnya.

"Itu, Mas. Alamatnya, warna rumahnya biru telur bebek," jelasnya.

Raja mengangguk dan berterima kasih. "Saya permisi."

Dita dan Sita terus memandang kepergian mobil Raja. Dita menghadap ke samping tepat ke Sita.

"Bapak itu siapa?"

"Temannya, Mbak Arin."

Dita hanya manggut-manggut.

"Udah lanjut kerja, nanti di marahi sama Mbak Arin!" ancam Sita menatap wajah Dita.

"Aku tahu!" kesalnya.

_

Raja memandang sobekan buku kecil yang terdapat alamat rumah Arin, kemudian matanya mencari rumah yang berwarna biru telur bebek.

"Mungkin itu," gumamnya kemudian memberhentikan mobilnya dan keluar.

Raja membuka pagarnya, kemudian berjalan ke depan pintu utama.

Tok!! Tok!!

"Assalamualaikum!" salam Raja sedikit berteriak sambil terus menggedor pintunya.

"Walaikumsalam!" sahut seseorang dari dalam.

Pintu di buka sehingga senyum Raja terus mengembang karena sudah tak sabar bertemu Arin.

"Ar--"

"Cari siapa ya?" tanya Husman menatap heran.

"Bapaknya Arin?"

Husman mengangguk.

"Saya Raja, Pak. Temannya Arin. Arinnya ada?"

"Arin gak ada. Dia baru saja pergi semalam," jawab Husman terus memperhatikan wajahnya.

Senyum Raja luntur bagaikan warna. Hatinya sedikit sakit, tahu kalau Arin bakal menghindar.

"Kira-kira, Arin perginya kemana?"

"Saya tidak tahu."

"Mas--"

"Sekarang mending kamu pergi, Arinnya memang sudah tidak ada!"

Husman dengan teganya menutup pintu sebelum Raja melanjutkan ucapannya.

Hati Raja tersentil dengan ayahnya Arin. Tapi Raja tak mempersalahkan itu, dia justru senang bisa bersilatuhrami dengan camer.

Dengan berat hati, Raja kembali ke mobil dan meninggalkan rumah Arin dengan sendu.

"Kamu kemana, sayang? Aku benar-benar rindu! Apa kamu kecewa sama aku? Kamu salah paham tentang pertunangan itu."

Mata Raja memerah, rahangnya mengetat. Mencoba kuat agar tidak menangis.

Hati Raja perlahan remuk di buatnya. Wanita sejak SMA yang mau menemaninya dan mau membantunya dengan tulus. Bahkan mencintai tanpa memandang fisik, tapi Raja sakiti.

Keterlaluan!!

***

Follow Pena0716

RAJAWALI [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang