Jamie terbangun karena suara berisik dari dapur. Dengan cemas diperiksanya sisi tempat tidur di sebelahnya. Kosong.
Sambil menahan panik, dilemparnya selimut. Setengah berlari, buru-buru ia menuju dapur. Roy tengah berdiri di depan kompor. Tangannya dengan cekatan mengaduk-aduk sesuatu di wajan.
"Kamu lapar?" tanya Jamie memeluk punggung kekasihnya.
"Tidak."
"Trus?"
Roy mematikan kompor. "Rumah sakit tidak menyediakan makanan sahur untuk pasien," katanya, "kautahu, kan, calon ibu Forrester itu orang yang suka berpuasa."
"Kamu masak sahur buat dia?" Jamie melipat tangannya.
"Yap. Aku sudah berusaha memesan lewat ojol, tapi tidak ada restoran yang menyediakan makanan sahur di dekat-dekat sana. Tidak mungkin aku membiarkan calon ibu anakku makan mi instan untuk sahur."
Jamie cemberut melihat kekasihnya memasukkan nasi goreng bersama irisan timun dan potongan telur dadar isi daging asap ke dalam lunch box. "Kamu ngga pernah masakin aku," katanya agak merajuk.
Roy tertawa. "Masakanmu jauh lebih enak daripada buatanku. Kaupasti tak akan mau makan masakanku." Matanya melirik Jamie yang masih cemberut. "Atau kaumau mencicipi nasi gorengku?"
Mata Jamie sedikit berbinar meski cemberut di wajahnya masih belum terurai menjadi senyum. Roy mengambil sendok dan menyodorkan sesuap nasi goreng ke depan mulut kekasihnya.
Jamie menyambut dengan senyum. Kemudian mengangguk-angguk setelah merasakan beberapa kunyahan. "Enak," katanya dengan senyum lebar, "mau, dong, dibikinin."
Roy menatap nasi di lunch box. "Nasinya habis," katanya, "kau masak dulu nasinya. Nanti pagi kubuatkan nasi goreng untukmu, okay?"
Senyuman di wajah Jamie pudar seketika. Roy tertawa kecil, dirapikannya poni Jamie yang jatuh berantakan di kening. "Aku antarkan sahur untuk calon ibu Forrester dulu."
Jamie ternganga melihat Roy melepas celemek lalu beranjak ke kamar untuk berganti pakaian. "Kenapa ngga dikirim pake ojol aja?" protesnya.
"Kautahu sendiri," kata Roy, memasukkan kepala dan tangan ke dalam sweaternya, "jam segini susah sekali mendapatkan driver yang masih on. Sudahlah, lebih cepat jika kuantarkan sendiri."
Jamie melipat tangan, bersandar di kusen pintu kamar.
"Kau tidak cemburu, kan?" tanya Roy.
Jamie menghindari mata Roy dan menggeleng.
"Bagus. Kautahu, aku melakukan ini untuk membungkam orang tua itu."
"Tapi ini berlebihan!" bantah Jamie.
Roy tersenyum tipis. "Kau yang berlebihan," ujarnya lembut, membelai rambut Jamie yang terurai hingga pundak.
"Jam segini masak, trus nganterin sahur buat cewek yang sebenernya juga masih belum jelas apa layak buat jadi ibu Forrester atau ngga." Matanya menatap Roy kesal. "Buat aku aja kamu ngga pernah masak," lanjutnya dalam gumaman.
"Setidaknya sejauh ini dia punya kualitas yang cukup sebagai calon ibu Forrester. Dia baik, cerdas, cantik, dan tubuhnya cukup bagus. Sampai hasil general check up dan pemeriksaan DNA-nya keluar, aku akan menjaganya sebagai calon ibu Forrester. Aku tidak mau menyesal kalau ternyata nanti hasil dari keseluruhan tesnya bagus. Kalau pun nanti hasilnya tak bagus, anggap saja aku sudah berbuat baik."
Jamie menunduk, jarinya memainkan kancing kemeja Roy.
"Kaupercaya padaku, kan?" tanya Roy, mengangkat dagu Jamie dengan ujung telunjuknya.
"Kamu ngga naksir dia, kan?"
Roy tertawa geli. Diraihnya kepala Jamie dalam pelukan. "Kau tahu untuk siapa jantungku berdetak, kenapa masih bertanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Buat Pak Boss
Любовные романыWarning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kalau kau tidak punya keturunan, siapa yang akan mewarisi hasil kerja keras kita ini nanti?" ucap ayahn...