Lebaran itu, pertama kali Violette membayarkan zakat fitrah untuk kakaknya. Pertama kali pula ia bisa membeli baju baru yang benar-benar baru, bukan baru dibeli dari pasar loak. Dengan senyum di bibir, ia mengelus gaun panjang karya desainer kenamaan yang juga diberi tugas mendesain gaun pengantinnya. Gaun kuning gading yang sangat indah dengan sulaman bunga dalam warna-warni lembut di bagian bawahnya. Violette mematut diri sekali lagi di depan cermin, lalu dengan langkah ringan, ia berjalan menuju halaman parkir apartemen untuk melaksanakan salat 'id.
Hanya ada satu orang di lobi apartemen, seorang lelaki berkacamata tebal yang sibuk memandangi layar ponselnya. Dia mengenakan baju koko hitam dengan aksen benang-benang putih di bagian dadanya. Violette melewatinya dengan tenang, langsung menuju halaman parkir.
Ramai sekali orang yang salat pagi itu. Saat khutbah selesai, Violette mengikuti arus jamaah, berjalan setapak demi setapak kembali ke apartemen. Orang-orang bergerak dalam jarak yang sangat rapat. Laki-laki dan perempuan bercampur dalam arus yang tak putus.
Beberapa kali tubuhnya ditabrak dari belakang atau pun samping. Sampai-sampai pinggangnya terasa sakit, seperti ditusuk. Kepala Violette terasa agak pusing, mungkin karena rapatnya manusia, ia mulai kekurangan oksigen.
"Mbak!" Seseorang meraih lengannya. "Bajunya berdarah."
Violette melihat bagian gaunnya yang ditunjuk perempuan itu. Kain kuning gading tersebut kini berlumuran merah darah. Kepalanya semakin pusing.
Cahaya matahari terasa menyilaukan, lalu gelap.
***
Violette terbangun di ruangan dengan bau karbol yang kental. Seorang lelaki memanggil-manggil namanya diikuti suara derap sepatu berjalan cepat. "Mbak Violette." Sekarang suara perempuan. "Mbak bisa dengar saya?" tanyanya.
Violette mengedipkan mata lemah, memandang perempuan bermasker medis dalam setelan merah jambu.
"Saya Anna, dokter Klinik Diacare. Mbak Violette dibawa ke sini dengan luka tusuk di pinggang. Kami sedang mengobati luka Mbak." Perempuan itu menunjuk pada lelaki berseragam perawat yang sedang membalut luka di pinggangnya.
"Lukanya cukup dalam, dan saya harus membuat tiga jahitan untuk menutup luka," dokter itu menjelaskan lagi.
Violette hanya mengangguk. Otaknya masih belum bisa mencerna penjelasan dari dokter tersebut. Luka tusuk? Siapa yang menusuk? Kenapa dia ditusuk? Berbagai pertanyaan berlompatan di otak.
"Mbak Violette, kami sudah menghubungi kontak emergency di data Mbak. Sebentar lagi mungkin dia datang," kata perawat lelaki yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya membalut luka Violette.
"Data?" Dia tak ingat pernah berobat di klinik tersebut sebelumnya.
"Data penghuni apartemen. Klinik ini adalah fasilitas dari pengelola apartemen. Kami punya data seluruh penghuni apartemen," perawat itu kembali menjelaskan.
Violette mengangguk. Pantas mereka bisa tahu namanya.
Perlahan, Violette berusaha duduk. Perawat itu menekan tombol di sisi tempat tidur untuk menaikkan bagian kepala tempat tidur. Benar-benar klinik mewah, sepadan dengan apartemennya. Pantas harganya mahal sekali.
Violette melepas masker oksigen yang menutup mulut dan hidungnya. "Apa saya sudah boleh pulang?"
"Saya tanyakan dokter. Tunggu sebentar."
Perawat itu pergi meninggalkan Violette yang termenung melihat gaun kuning gading yang baru sekali dipakainya robek besar di bagian pinggang. Mereka pasti terpaksa merobek gaun mahal itu agar dapat menjahit lukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Buat Pak Boss
RomanceWarning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kalau kau tidak punya keturunan, siapa yang akan mewarisi hasil kerja keras kita ini nanti?" ucap ayahn...