10. Kebenaran

2.8K 311 43
                                    

Suara berdebam menghentikan Violette dari mendaraskan ayat-ayat suci. Secepat kilat, ia menutup al-Qur'an dan membuka pintu. Di hadapannya, duduk bersila Roy yang sedang memegang kepala. "Kenapa?" tanya Violette berjongkok di depan Roy.

"Ketiduran," katanya berusaha berdiri, tetapi tubuhnya terhuyung karena kepala yang sedikit pening.

Violette mengulurkan tangan, bermaksud menahan tubuh Roy yang terlihat hampir jatuh. Namun, tangannya terhenti di udara. "Kepalamu sakit gara-gara ketiduran?"

Roy tertawa canggung. "Sepertinya aku tertidur sambil berdiri hingga jatuh membentur kusen pintu."

Violette  mengatupkan bibir, menahan semburan tawa. "Coba kulihat," katanya mengulurkan tangan, menjangkau kepala Roy.

Roy sedikit menunduk, menyodorkan kepalanya agar lebih mudah dijangkau Violette. Jarak antar muka mereka hanya beberapa senti. Jika mau, Roy bahkan bisa saja menghitung jumlah helaian bulu mata Violette yang melengkung indah.

"Sakit banget pasti, ya. Tadi suaranya keras banget," kata Violette, "harus dikompres, nih. Ke dapur, yuk, cari es." Tanpa menunggu persetujuan, ia berjalan menuju dapur. Roy mengikuti seperti anak ayam mengikuti jejak induknya.

Di depan pintu kamarnya, Ayah Roy memperhatikan mereka berdua dalam diam.

***

Di dapur, Violette bergerak cekatan, mengambil kubus-kubus es dari ice dispenser, memasukkannya ke dalam plastik dan menempelkannya di kepala Roy yang cedera. Roy duduk di kursi, memandang Violette yang dengan lembut dan telaten mengompres kepalanya. Aroma bunga dari parfumnya berpadu lembut dengan keringat dari ketiak, memberikan sensasi ketenangan samudra yang bergemuruh di kepala Roy.

Tak ada kata yang dipertukarkan di antara keduanya sementara Roy tenggelam dalam lautan perasaan yang  tak dapat didefinisikannya. "Kau cantik," katanya dalam nada cemas yang tertahan, "seperti bidadari."

Violette tertawa geli. "Namaku Violette Dewi Apsari. Violette, dewinya para apsari."

Roy berpikir sejenak, kemudian menanggapi, "Apsari itu artinya bidadari?"

Violette mengangguk. 

"Jadi kau dewinya para bidadari, bukan sekadar bidadari?"

Violette tertawa. "Menurutmu?" balasnya dengan kerling di sudut mata.

"Perempuan cantik itu mengerikan."

Violette mengangguk. "Seperti ular di lautan, yang paling cantik adalah yang paling berbahaya." 

Roy tertawa kecil. Kecemasan menguap dari wajahnya. Dia selalu meningkatkan kewaspadaan begitu berhadapan dengan wanita cantik, tetapi Violette berbeda. Gadis itu terlihat sama sekali tak peduli padanya, bahkan terang-terangan mengatakan bahwa ia hanya membutuhkan uangnya. "Bagaimana dengan Violette? Seperti apa bunga violet?" tanyanya, melingkarkan lengan di pinggang Violette.

Violette bergeming, menatap tajam tepat ke mata Roy yang mendongak. "Mr. Forrester, please watch your hands."

Roy sontak menarik lengannya kembali ke sisi tubuh.

Violette sedikit menunduk dan berbisik di telinga Roy, "Sebelum hari pernikahan, aku belum resmi menjadi asetmu."

Roy segera menahan tengkuk Violette dengan tangannya dan berbisik, "Aku sudah membayar DP, apa aku tidak bisa mendapatkan sampel layanan di muka?"

Violette tertawa meledek. "Jangan bilang kamu kesulitan menahan nafsu di depanku."

Roy terkejut, melonggarkan pegangannya pada tengkuk Violette.

Violette tersenyum manis. "Hasil pemeriksaan DNA itu benar, kan?" bisiknya sebelum mengangkat kepala, kembali menghadap Roy.

"Pemeriksaan yang mana?"

Violette mendekatkan wajahnya ke muka Roy dan melempar kata-kata tepat di depan hidung lelaki itu. "Gen itu hanya memrediksi 1 persendari perilaku seksual. Melihat bagaimana ekspresimu waktu itu, yang 1 persenitu berlaku padamu, kan?"

Roy menelan ludah. 

Violette menarik wajahnya dan tersenyum lagi. "Siapa partnermu? Jamie? Jangan khawatir, aku akan memberi kalian bayi."

Gadis itu benar, tetapi, entah mengapa, ia ingin sekali membantah. 

Bayi Buat Pak BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang