A/N
Warning:
Part ini mengandung kekerasan dan darah. Jika Anda memiliki pengalaman traumatis terhadap kedua hal tersebut, sebaiknya lewati part ini. Klik tiga garis di pojok kanan, lalu pilih bab 27.
Terima kasih.===
Jari Jamie gemetar saat menekan tombol merah di ponsel. Detak jantungnya meningkat tiba-tiba ketika Roy mengatakan akan menemuinya di apartemen. Batinnya sadar, ini tak mungkin pertanda baik.
Ditekannya lagi simbol telepon untuk memulai panggilan. Setelah nada dering, sebuah sapaan masuk ke telinganya. Jamie mengabaikan semua dan langsung masuk ke pokok pembicaraan, "Selesaikan malam ini!"
Matanya kosong menatap dinding, seluruh indera terfokus pada pendengaran. "Berapa?" tanyanya lagi, menahan bibir yang gemetar. "Terlalu mahal," lanjutnya.
Sebentar kemudian, dia menarik napas panjang. "Oke, oke. Ditransfer abis ini, tapi selesaikan dalam dua jam."
***
Aroma buah-buahan segar yang diberati rempah menyergap penciuman Roy begitu ia membuka pintu apartemen. Tubuhnya terpaku sejenak melihat nuansa temaram yang memenuhi ruangan. Cahaya jingga dari lilin-lilin besar yang dinyalakan membentuk jalur menuju kamar, membuatnya menggeram kesal. Dalam situasi begini, Jamie masih berusaha menggodanya.
Theo mendeham di balik punggung Roy. "Sebaiknya saya menunggu di luar," ujarnya pelan.
Roy mengabaikannya dan memberi perintah, "Ikuti aku!"
Perlahan, sambil terus menjernihkan pikiran, Roy mengikuti jalur lilin yang sudah ditata rapi. Aroma sensual yang terhirup di luar kamar, semakin keras begitu pintu dibuka. Saat seperti ini, biasanya Jamie sudah siap menanti di tempat tidur, tetapi malam itu, ranjang mereka kosong.
Roy masuk dua langkah untuk memberi kesempatan Theo ikut menginjakkan kaki ke dalam kamar. Namun, matanya tiba-tiba tertutup dan hidungnya menghirup aroma seksi vanila bercampur jeruk, aroma parfum Jamie.
"Lama banget, sih?" bisikan lembut Jamie disertai kecupan lembut di daun telinga seperti mengoyak pendengaran Roy.
Theo refleks membuang muka, bingung harus merespons bagaimana. Roy menarik pistol dari holster. Dalam sekali gerakan, ia berbalik, menempelkan mulut pistol ke kening Jamie.
"D-d-dar-l?" Seluruh tubuh Jamie gemetar. Terdengar suara pengaman pistol dilepas tepat di belakang punggungnya. "K-ke-na-p-pa?" Seluruh persendiannya terasa lemas. Perlahan, ia berlutut di depan sang kekasih.
"Kau yang katakan! Kenapa?!"
"Ak-ku ...."
Getar singkat ponsel di atas nakas mengalihkan perhatian ketiganya. Cepat, Jamie melompat, menubruk Roy hingga terjengkang. Pistol semi otomatis di tangannya terlepas ke lantai. Refleks, Theo mengulurkan tangan, menangkap senjata itu.
Tanpa memberi kesempatan untuk merespons, Jamie langsung mengunci mulut Roy dengan bibir. Lidahnya kemudian buru-buru berusaha merangsek masuk sepenuh kekuatan. Namun, Roy mengatupkan bibirnya. Sekuat tenaga, ia berusaha melepaskan tangan Jamie yang melingkar rapat di leher dan membuatnya kesulitan bernapas.
Akhirnya Roy mengubah strategi. Dibukanya bibir, digigitnya ujung lidah Jamie hingga asin darah tebersit dalam mulutnya.
Refleks, Jamie menarik tubuhnya dan melepas rangkulan di leher Roy. Lidahnya terasa berdenyut, mulutnya terasa asin oleh darah, kemudian perih menyergap tak tertahankan. "D-darl ...?" Ditatapnya Roy, tak percaya. "Why ...?"
Roy meludahkan darah dan secuil daging yang tertinggal di mulutnya. "You tell me! Why?!" teriaknya memenuhi ruangan.
"Dia bikin kamu belubah! Dia bikin kamu ngelupain aku! Dia ngelusak hubungan kita!" balas Jamie dengan lidah meneteskan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Buat Pak Boss
RomanceWarning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kalau kau tidak punya keturunan, siapa yang akan mewarisi hasil kerja keras kita ini nanti?" ucap ayahn...