32. Bersamamu

3.9K 284 62
                                    

"Kautahu?" bisik Roy, lembut sekali di ubun-ubun Violette, "kau gadis pertama yang kupeluk seperti ini."

Violette menahan suara tawa hingga bahunya berguncang pelan. "Biasanya khusus laki-laki, ya?"

Roy pun menahan tawanya di sela rambut Violette.

"Kamu juga," kata Violette, "kamu cowok pertama yang bisa sedekat ini sama aku."

Tawa Roy terhenti. "Kau benar-benar tidak punya pacar?"

Violette menggeleng. "Pacaran itu cuma buang-buang waktu, menghabiskan energi, menguras emosi. Mending fokus cari uang," jawabnya datar, "dulu, tuh, kupikir, kalau memang betul-betul serius, hayuklah, langsung nikah saja." Sampai di situ, dia tertawa. "Ternyata betul-betul dikabulkan. Betul-betul ketemu cowok dan langsung nikah."

Roy tahu, kata-kata Violette dimaksudkan untuk bercanda, tetapi baginya, itu tidak lucu lagi. "Tapi bukan seperti yang kauinginkan," balasnya lirih.

Keheningan meliputi keduanya beberapa saat. Napas Roy terasa hangat di kepala Violette, mengirimkan sensasi menenangkan di sekujur tubuh gadis itu. "Tadi," Violette berkata, nyaris berbisik, "waktu melihatmu lari-lari kebasahan cuma demi sebuah payung, rasanya aku rela, deh."

"Rela?"

"Rasanya aku rela punya suami seperti kamu. Maksudnya, kalau kamu mau mengganti pernikahan bisnis ini jadi pernikahan betulan, lalu kamu mau jadi suamiku yang sebenarnya, aku rela."

"Argh!"

"Kenapa?"

"Perutku." Roy cepat berguling ke tepi tempat tidur lalu berlari menuju toilet. Sambil berlari, disambarnya stop kontak untuk menyalakan lampu. Kamar tidur itu kembali terang-benderang.

"Makasih, Suami!"

"Apa?"

"Apa?"

"Kaubilang apa?"

"Makasih?"

"Setelah itu."

"Oh ...."

"Argh! Perutku!" 

 ***

Kasur empuk, bantal empuk, kamar hangat, Violette terbangun dengan senyum lebar menggaris bibir. Dari sela-sela lubang angin, cahaya matahari membuatnya tersentak. "Aku belom sholat!" serunya, serta-merta turun dari tempat tidur, tetapi lupa tentang rok mukena yang masih terpasang di pinggang

Buk!

Suara jatuhnya menggema di ruangan kosong, memicu gerakan refleks Roy dan Theo yang sedang berbincang serius di lantai bawah. Roy sontak berlari, menaiki tangga sambil menyiapkan pistolnya. Theo langsung menuju halaman belakang, menyisir tiap bagiannya dengan mata waspada.

"Kau tak apa-apa?" tanya Roy tanpa menurunkan pistol dari posisi siaga.

"Aku cuma kesrimpet mukena, ngga apa-apa."

"Cuma kesrimpet?" Roy kembali bertanya, sambil menyisir sekeliling kamar dengan matanya.

"Iya, kamu lebay, deh." Violette mengibaskan rambut dan melangkah menuju toilet.

Roy membuka jendela besar di sisi kamar. "Clear!" serunya kepada Theo yang masih menyisir halaman belakang.

Keluar dari toilet, Violette langsung buru-buru mengenakan mukena dan menggelar sajadah. "Dia sudah keluar dari rumah sakit," kata Roy yang masih menunggu di tepi tempat tidur.

"Dia?"

"Kautahu siapa."

Violette memutar bola mata lalu bersiap memulai salat.

Bayi Buat Pak BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang