49. Memisahkan Diri

544 60 31
                                    

Violette merapikan rambutnya begitu berhasil duduk di dalam mobil. Hampir refleks, dia menoleh ke belakang, mencari sosok Roy yang sedang dikerubuti wartawan. "Roy udah tahu, kan, kalau bakal ada banyak wartawan yang nunggu di depan?" tanyanya kepada Theo, "kenapa ngga keluar lewat belakang aja?"

Theo tak menjawab. Tangannya sibuk mengendalikan setir mobil.

"Kenapa, Mas?"

Theo masih tak menjawab. Mobil sudah keluar dari area parkir dengan aman.

"Mas Theo?"

Theo menelan ludah. "Kalau Pak Boss tidak memberitahu, saya juga tidak berhak memberitahu."

Violette mendengus kesal. Dibukanya ponsel, dicarinya tayangan live wawancara dengan Roy. Dia tidak tertarik dengan apa yang dikatakan lelaki itu untuk menjawab pertanyaan wartawan. Jarinya langsung menuju kolom komentar dan membaca satu per satu tanggapan publik tentang wawancara itu.

Tidak ada yang terlalu aneh. Kebanyakan memberi komentar positif dengan mengatakan betapa gentleman-nya Roy. "Biar udah cerai, tapi tetap melindungi. True love yang sesungguhnya," komentar salah satu penonton.

"Yang kaya gini katanya gay? Masa, sih?" Netizen lain juga melempar komentar.

"Udah tobat kali, liat aja matanya, fokusnya bukan ke wartawan, ngga, sih?" balas netizen lain.

Jeda beberapa komentar di bawahnya, Violette menemukan satu gambar GIF yang sengaja memotong bagian ekspresi Roy saat matanya tidak fokus kepada wartawan.

Violette menghela napas. Dia masih belum mengerti, mengapa Roy seperti melakukan tindakan bunuh diri dengan mengumpankan dirinya kepada wartawan. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Roy bisa saja mengatur pelarian lewat halaman belakang.

***

Mobil terus melaju dalam keheningan. Violette tidak ingin kembali ke rumah. "Ngga usah lewat tol, Mas," pintanya kepada Theo.

Pengawal itu menuruti. "Kita tidak langsung pulang, Bu?"

"Ngga."

Theo tidak bertanya lagi. Kesunyian kembali meliputi kabin mobil. Kepala Violette terus dipenuhi opsi-opsi yang bisa diambil untuk melepaskan diri dari Roy. Dia harus melepaskan diri sekarang atau terus menerus bergantung kepada lelaki itu, disadari atau tidak.

Satu embusan napas panjang terdengar dari mulut Violette. Matahari bersinar terik di luar, menghangatkan kaca jendela yang terlihat sangat hitam di bawah ultraviolet. Tiba-tiba, Violette tersadar, melihat jalanan yang cukup dikenalnya.

"Ada hotel di depan, Mas," kata Violette, melihat plang salah satu hotel tempatnya pernah bekerja sebagai pelayan.

"Mau mampir dulu, Bu?"

"Saya turun di sini. Mas Theo pulang aja."

Theo mengernyit. "Tugas saya mengantar Ibu pulang."

"Saya sudah sampai."

Theo melirik kaca spion. Wajah Violette terlihat sangat tenang. "Ibu tinggal di hotel sekarang?"

Violette tersenyum memandang kaca spion. "Anggap aja gitu," katanya, "bilang sama Pak Boss, ngga usah khawatir."

Violette keluar mobil dan langsung menuju meja resepsionis.

Theo maju beberapa meter, lalu berhenti. Diserahkannya kunci kepada petugas valet sambil terus mengamati Violette yang masih berada di meja resepsionis. Setelah urusan administrasi selesai, dia masuk dan mengambil segelas air dingin yang disediakan sebagai ucapan selamat datang bagi tamu.

Bayi Buat Pak BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang