Violette terbangun ketika telinganya lamat-lamat mendengar suara azan dari kejauhan. Dibukanya mata perlahan dan langit-langit putih menjadi hal pertama yang masuk ke dalam penglihatannya.
Dialihkannya pandang ke kiri. Botol infus tergantung di tiangnya. Selangnya yang panjang turun dan berakhir di punggung tangannya. Otaknya berpikir keras, berusaha mengingat apa yang terjadi hingga ia berakhir terbaring sedemikian rupa.
"Sudah bangun?" Suara dalam seorang lelaki mengejutkannya. Wajah Forrest muncul, berdiri di samping tempat tidurnya. "Kaupingsan di kafe tadi, jadi langsung kubawa ke sini."
Violette tak menjawab. Ia masih belum bisa mencerna apa yang barusan terjadi.
"Apa kaupunya masalah kesehatan?"
Violette menatap lelaki di depannya lalu menggeleng lemah.
Forrest mengembus napas setengah kesal. "Makanlah," katanya, "puasa sampai pingsan, apa gunanya?"
Violette berusaha duduk dengan menahan pening di kepala. Forrest menarik meja hingga berada tepat di depan Violette, kemudian dengan telaten menata makanan di atasnya. Aroma sedap sup daging menguar ketika Forrest membuka penutup plastiknya.
Air liur Violette hampir menetes ketika uap dari sup masuk ke dalam hidungnya. Hampir saja ia menangis haru melihat potongan daging di dalamnya. Dia sudah lupa kapan terakhir kali menikmati sup daging.
Sejak kakaknya didiagnosis gagal jantung dan tak lagi dapat bekerja sebagai security perumahan, Violette harus berhemat ketat. Meski kemudian kakaknya mendapatkan pekerjaan sebagai admin olshop, tetapi tetap tak bisa maksimal karena ia tak boleh terlalu lelah. Apalagi ketika kondisi sang kakak drop sejak bulan lalu, penghasilan mereka berkurang drastis.
Violette memutuskan untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan daripada sebagai kasir minimarket. Ia melamar sebagai front office dengan gaji sedikit di atas UMR, tetapi tanpa pengalaman, sama saja dengan bunuh diri. Sepertinya mereka yang memanggilnya untuk diwawancara hanya penasaran apakah penampakan aslinya memang secantik yang terlihat di foto.
"Kenapa? Kautidak suka makanannya?" Suara Forrest terdengar tajam.
Violette menggeleng lemah. "Terima kasih," katanya dengan senyum manis yang terlihat lemah. Disendoknya sup daging itu. Rasa kaldu langsung memenuhi rongga mulut, menggembirakan kuncup-kuncup perasa di lidah.
Forrest mengambil bangku dan duduk di samping ranjang Violette. "Aku sudah menjadwalkan general check up untukmu besok. Jadi malam ini, kau menginap di sini saja."
"General check up?" Violette menghentikan suapannya. Perutnya sudah cukup terisi dan otaknya sudah mulai terasa jernih.
"Kau akan membawa benih Forrester. Aku harus tahu bagaimana status kesehatanmu."
Violette menelan ludah, teringat penyakit kakaknya. "Apa juga perlu pemeriksaan DNA?"
Mata Forrest sedikit menyipit.
"Mungkin perlu dicek apa yang kira-kira akan terjadi jika DNA kita bersatu. Apakah nanti bisa menghasilkan seorang yang punya potensi untuk menjadi pemimpin atau tidak."
Mata cokelat muda itu semakin menyipit. "Menarik sekali, kenapa aku tak berpikir ke sana. jadi menurutmu pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan?"
"Aku tidak tahu soal itu, tetapi intelegensi termasuk salah satu yang diturunkan secara genetik, bukan?"
Forrest mengelus dagunya, menatap gadis di hadapannya dengan tatapan menyelidik.
"Jika kombinasi DNA kita berpotensi menghasilkan anak yang terbelakang secara mental, tentu dia tidak akan mungkin menjadi pemimpin Forrest Group."
Forrest tersenyum. "Kau pintar juga," katanya, "aku akan minta pemeriksaan DNA juga besok." Dia berdiri dan bersiap pergi. "Malam ini istirahatlah, sampai jumpa besok."
Suara iqomah terdengar sayup-sayup dari kejauhan. Spontan Violette mengalihkan pandang ke jendela. Matanya menatap langit, menembus kaca. "Tarawih," gumamnya.
"Kenapa? Kaumau solat?"
Violette sedikit mendongak, mencari mata cokelat muda lelaki yang berpotensi jadi penyandang dananya. "Malam ini tarawih," katanya, "rasanya sayang kalau dilewatkan."
"Kau termasuk muslim yang taat?"
"Aku sangat membutuhkan tangan Tuhan sekarang."
Forrest tersenyum miring. "Kau hanya perlu kerja keras," ujarnya, lalu melangkah menuju pintu dan keluar.
Violette menghela napas. "Apakah kerja keras saja cukup membuatku mendapatkan 20 M dalam sehari?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Buat Pak Boss
RomanceWarning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kalau kau tidak punya keturunan, siapa yang akan mewarisi hasil kerja keras kita ini nanti?" ucap ayahn...