Hujan mengguyur deras bersama angin yang tak begitu kencang. Violette membuka ponselnya setelah merapikan dan meletakkan mukena di rak sudut masjid. "Aku sudah pinjam satu set mukena ke pengurus masjid. Katanya, kita boleh bawa satu buat di rumah, sampai beli yang baru buatmu besok," satu pesan chat muncul dari Roy.
Violette membalas singkat dengan OK, lalu mengambil kembali mukena yang baru dirapikannya.
"Tunggu di teras, aku ambil payung."
Kening Violette mengernyit. Spontan, dia menoleh ke jendela. Sosok Roy tampak berlari menembus hujan, menuju parkiran. Titik-titik air menghantam punggungnya, mengubah warna kemejanya menjadi lebih gelap.
Sesaat, Violette tertegun. Setelah pintu mobil terbuka, Roy merunduk tanpa menghiraukan hujan yang semakin semena-mena mengguyur punggung.
Buru-buru, Violette berdiri sambil mendekap mukena pinjaman di dada. Dalam hati, dia taktega melihat Roy basah kuyup hanya demi sebuah payung. Sedikit berlari menembus hujan pun takmengapa baginya.
Di teras, disunggingnya senyum manis untuk menyambut sang suami yang bermandikan hujan. Tanpa banyak bicara lagi, Violette masuk ke bawah payung yang disodorkan Roy.
Roy merangkul pundaknya agar makin merapat hingga satu payung benar-benar dapat menaungi mereka berdua. Maksudnya, menaungi Violette karena sisi kanan lengan Roy tetap basah terkena tempias hujan dari tepi payung.
"Bajumu basah," kata Violette, merasa bersalah.
"Hm." Dengan tenang, Roy membuka kancing kemejanya satu per satu.
Violette mengalihkan pandang, mencari fokus perhatian lain selain lelaki yang dengan santai buka-bukaan di sampingnya. "Makasih, udah minjemin mukena."
"Besok subuh, solat di rumah saja, lebih aman."
Violette tak membantah. Roy melemparkan kemejanya yang basah ke bangku belakang.
"Kamu ngga bawa baju ganti?" tanya Violette, masih dengan rasa bersalah yang kental.
Roy menarik beberapa lembar tisu dari kontainer di atap mobil. "Besok kita beli." Dilapnya muka, rambut, dan lengan yang basah.
"Hhh, horang kayah!"
"Aku tidak mau mengambil risiko dengan kembali ke apartemen," jawab Roy lugas.
Lagi-lagi Violette tidak bisa membantah.
***
Mobil berhenti di carport dan Roy segera mengambil payung di bangku belakang. "Aku bisa lari aja dari sini, tinggal deket ini," kata Violette.
"Jangan coba-coba!" sergah Roy cepat, melihat Violette membuka kunci pintu mobil, "lukamu bisa berdarah lagi kalau berlari-lari."
Violette mengatupkan kedua belah bibirnya. Hanya berlari sedikit, tidak akan mungkin membuat luka bertambah parah, pikirnya kesal. Aksi protektif Roy sudah terlalu berlebihan, tetapi dia tak punya argumen apa pun untuk menghentikannya dan itu sangat mengesalkan.
Hujan deras di luar membuat udara di dalam rumah terasa sangat dingin. Violette memperhatikan Roy yang mengelap sisa hujan dari lengannya. "Kamu ngga dingin cuma pake kaos dalem doang?"
"Tidak masalah. Apa kaukedinginan?" balasnya, memandang Violette yang masih rapat mendekap mukena.
"Hm, sedikit."
"Kenapa tidak dipakai saja mukenanya?"
Violette memandang mukena di tangannya. Dia khawatir pakaian untuk salat itu menjadi kotor jika dipakai sembarangan, tetapi gaun yang dikenakannya terlalu tipis untuk menghalau dingin. "Okay." Tak ada pilihan lain, saran Roy memang yang terbaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Buat Pak Boss
RomanceWarning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kalau kau tidak punya keturunan, siapa yang akan mewarisi hasil kerja keras kita ini nanti?" ucap ayahn...