"Bukan," balas Roy, masih berbisik-bisik, "ini hanya pencitraan, supaya pelakunya berpikir bahwa kita sudah menyerah."
Violette terdiam, menatap Roy tanpa berkedip.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Roy, menyentuh lutut Violette lembut.
Violette merapatkan lututnya sembari menghela napas. "Aku bukan investasi yang menguntungkan," katanya, memalingkan muka ke jendela yang tertutup gorden.
"Apa maksudmu?"
Setelah sedikit mendeham, Violette melanjutkan, "Kamu tahu, DNA-ku penuh penyakit, lalu sekarang, kamu juga harus mengeluarkan dana ekstra demi semua perlindungan ini." Ditatapnya mata Roy lekat. "Kamu bisa cari perempuan lain yang tidak punya masalah."
Roy melipat tangan di dada dan melawan tatapan Violette yang terlihat putus asa. Mereka bertatapan beberapa saat hingga Roy mengedip dan menggaruk kening. "Kau tidak salah," katanya.
Violette mengangguk. "Aku tahu, aku benar."
"Jadi, kaumau menghentikan ini?"
Violette mereguk ludah. "Aku mau melanjutkan, tapi rasanya jadi egois banget. Transaksi bisnis itu harusnya saling menguntungkan, bukan satu untung, sementara yang lain rugi banyak," jawabnya dengan berbisik pula, "aku butuh uangmu, butuh banget. Makanya aku memilih buat melanjutkan transaksi ini. Aku tidak akan bisa mendapatkan orang lain yang sekaya dirimu dalam waktu dekat, padahal aku butuh hard cash secepatnya. Jadi, buatku, ini transaksi yang menguntungkan sekali."
Roy menahan napas, menyimak Violette.
"Sementara kamu ...." Violette berhenti sejenak. "Kamu bisa dapat cewek yang punya DNA lebih baik, yang tidak akan membuat masalah bahkan sebelum benar-benar nikah."
Roy mengembus napas, kembali membungkukkan badan dan bicara sambil berbisik-bisik, "Aku mencari perempuan yang akan mendidik seorang Forrester untuk mewarisi perusahaan." Diambilnya jeda untuk menghela napas dan mencari kalimat yang tepat. "Aku suka pilihan moralmu. Aku mau kautanamkan itu pada anakku kelak."
Bibir Violette membuka tak percaya.
"Ini pilihanku. Aku memilihmu untuk menjadi ibu bagi seorang Forrester. Apa kaubersedia?"
Violette bergeming, menatap mata Roy yang memancarkan sinar kesungguhan.
"Tentu dengan imbalan sesuai kesepakatan kita," imbuh Roy lagi.
Violette merapatkan bibirnya lalu berkata dalam nada yang rendah sekaligus tegas, "Baik. Aku bersedia." Di kepalanya, kembali terbayang kakaknya yang tersenyum dengan wajah pucat. Sebentar lagi, wajah pucat itu pasti akan berseri-seri.
***
Syuting talkshow untuk acara gosip telah sukses dilaksanakan melalui platform teleconference. Kemudian tinggal menunggu respons netizen dan, pastinya juga si pelaku. Untuk tugas tersebut, dia sudah memberi perintah kepada Sandra yang berjanji akan melaporkan semua besok. "First thing in the morning," katanya. Asistennya itu memang sangat bisa diandalkan.
Roy sendiri ingin beristirahat sebenarnya, tetapi lagi-lagi otaknya tak mau diajak kompromi. Sebelum syuting, Theo sudah melaporkan hasil penyidikan awal terhadap luka tusuk yang diderita Violette. Foto rontgen menunjukkan bahwa tusukan tidak dilakukan di area vital. "Pelakunya sama sekali tidak berniat membunuh, Bos," kata Theo.
Roy manggut-manggut. "Tapi penembakan itu, jelas untuk membunuh," balasnya geram.
Theo tidak membantah.
"Apa mungkin pelakunya dua orang? Atau dua kelompok?"
Theo tak menjawab.
"Memangnya apa salah Violette sampai diincar oleh dua orang?" Pertanyaan itu masih belum ditemukan jawabannya sampai matahari hampir terbenam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Buat Pak Boss
RomanceWarning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kalau kau tidak punya keturunan, siapa yang akan mewarisi hasil kerja keras kita ini nanti?" ucap ayahn...