5. Kehilangan

3.7K 336 25
                                    

Setelah mengantar Roy ke parkiran, Violette kembali ke kamar Basskara. Lelaki yang telah menjadi pelindungnya di hampir sepanjang hidupnya itu terlihat begitu ringkih dengan tubuh yang sangat kurus. Jari jempolnya menggerakkan butir-butir tasbih yang melingkar di buku jari telunjuk.

"Siapa yang datang, Lin, sampai kamu buru-buru sekali menemuinya?"

Violette tersenyum. "Seseorang."

"Pacarmu?"

Violette membalasnya dengan senyuman lagi. "Kalau udah resmi, pasti akan kukenalkan sama Kakak."

Basskara membalas senyum adiknya. "Apa dia laki-laki yang baik?"

Violette merasakan nada khawatir dalam suara lemah sang kakak. "Dia masakin aku nasi goreng buat sahur, trus nyetir sendiri ke sini buat nganterin nasi gorengnya. Menurut Kakak gimana?"

Basskara tersenyum. "Sepertinya dia orang baik."

Violette mengangguk mantap dalam senyum. "Kakak ngga usah khawatir, aku bisa jaga diri, kok."

Basskara menghela napas berat. "Kakak ngga tahu, berapa lama lagi bisa hidup ...."

"Ih, Kakak ngomong apa, sih? Kemaren Dokter Danu bilang kalo ada jantung yang cocok buat Kakak. Trus aku juga udah dapet dananya buat bawa jantung itu ke sini dan ngatur operasinya buat Kakak. Semalam aku telepon Dokter Danu, katanya mau diurus ke bank donornya. Kakak jangan khawatir. Kakak pasti sembuh, deh." Suara Violette serak karena berusaha keras menahan tangis.

Basskara tersenyum. "Semua yang bernyawa pasti mati, Lin. Kakak juga pasti mati, cepat atau lambat."

"Ih, Kakak ...."

"Satu hal yang Kakak khawatirkan kalo mati cuma kamu. Siapa yang bakal jagain kamu kalo Kakak ngga ada?"

"Ih, Kakak." Violette mengusap matanya. "Olin bisa jaga diri, kok."

Basskara tersenyum. Tangannya yang menjepit tasbih terulur membelai kepala sang adik. "Kalau kamu udah nikah, Kakak bisa pergi dengan tenang."

Violette meraih tangan kakaknya. "Kakak ...." Lirih suaranya terhenti di udara. Setetes air melucur dari sudut matanya. "Kalo gitu, aku ngga usah nikah aja. Biar Kakak punya semangat hidup."

Basskara tertawa halus. "Ngomong apa kamu," ujarnya lirih. Diusapnya air yang tertahan di pipi sang adik. "Ambil al-Qur'an, Kakak pengen denger suaramu ngaji lagi."

"Tapi aku ngga bawa kerudung," katanya.

"Baca, kan, pake mata, bukan pake kerudung," balas Basskara bercanda, "nanti pakai kerudung seterusnya, biar ngga repot nyari-nyari kalau mau baca al-Qur'an."

Violette tertawa kecil. Diambilnya al-Qur'an dari atas nakas lalu dibacanya perlahan. Suara gadis itu mengalun merdu seperti senandung menenangkan dari surga yang jauh. Basskara memejamkan mata, menikmati suara sang adik yang mewarisi merdunya suara ibu mereka.

Mungkin kehilangan sebenarnya hanyalah ilusi, begitu Basskara berpikir. Yang sesungguhnya terjadi adalah pergantian. Pohon yang tua digantikan oleh tunas yang muda. Manusia yang rapuh digantikan oleh manusia yang kuat. Dalam hati, ia berdoa, semoga adiknya mendapat pengganti dirinya yang jauh lebih baik, yang dapat melindungi jiwa juga raga gadis itu tanpa celah.

Semoga.

Amin. 

Bayi Buat Pak BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang