50. Terminal Lucidity

1K 66 17
                                    

Roy mondar-mandir di depan kamar Basskara. Tangannya menggenggam ponsel dengan cemas. Para perawat sudah masuk membawa alat-alat untuk memeriksa Basskara, sementara Violette masih belum bisa dihubungi. 

Lima menit sudah berlalu, lebih dari sepuluh panggilan sudah dilakukan, tetapi semua mendapatkan respons yang sama, “Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.” Roy tak habis pikir, bagaimana mungkin masih ada bagian dari Jakarta yang berada di luar jangkauan jaringan seluler.

Pesan yang dikirimkan pun hanya berakhir di centang satu. Jelas, Violette sengaja mematikan ponselnya. 

Roy menghela napas. Gadis itu memang meminta agar Roy tidak menghubunginya. Roy juga sudah setuju, tetapi dia tidak menyangka rasanya akan jadi segelisah ini.

Dibukanya aplikasi medsos untuk mencari pembaruan yang dijanjikan Violette. Namun, hasilnya nihil. Akun Violette masih seperti biasa, tidak ada isinya.

Roy menghela napas. Harapan satu-satunya tinggal Theo. Sebenarnya, Roy sudah meminta pengawal itu untuk check out saja. Namun, belum sempat ia menyelesaikan proses check out, Roy tiba-tiba menelepon, membatalkan perintah. “Cari Violette!” titahnya.

Theo segera meninggalkan meja resepsionis dan langsung menuju pintu kamar Violette, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Akhirnya, dia meminta pihak hotel membukakan pintu kamar dengan memanfaatkan nama Roy Forrester. Apa yang ditemukannya di dalam kamar, cukup mengecewakan bagi Roy.

Theo memotret tempat sampah hotel yang berisi ponsel milik Violette. Begitu dinyalakan, puluhan notifikasi langsung merangsek masuk. “Apa yang harus saya lakukan, Boss?” tulisnya melalui pesan chat.

“Simpan saja,” balas Roy. Dia sadar, Violette benar-benar ingin menghilang darinya. Namun, secuil bagian di hatinya tidak rela.

***

Perawat keluar dan tersenyum tipis kepada Roy. “Pak Basskara terlihat sehat, mungkin nanti bisa pindah ke ruang perawatan atau malah pulang,” katanya.

Roy ternganga. “Benarkah?”

Perawat itu mengangguk sambil tersenyum. “Tergantung keputusan dokter,” katanya, “sekarang dokternya sedang operasi, nanti kalau sudah selesai baru visite ke sini.”

***

Roy masuk menemui Basskara yang terlihat cerah berseri-seri. Dia tidak lagi terbaring di kasur, tetapi duduk di tepi tempat tidur, seperti bersiap untuk berdiri. “Kakak?” panggilnya, buru-buru menghampiri, memberi bantuan kepada Basskara.

“Aku udah kuat,” kata Basskara, melambaikan tangannya, menolak bantuan Roy, “aku bisa jalan sendiri.”

Roy tak percaya, dia memperhatikan Basskara dengan cemas. Namun, lelaki itu benar-benar bisa berdiri dengan dua kakinya sendiri. “Mana Olin?” tanyanya dengan senyum semringah.

Roy agak gelagapan menjawabnya. “Dia ….”

“Kalian harusnya sedang bulan madu, kan?” tanya Basskara lagi.

“Ah, ya, harusnya.”

Mata Basskara menyipit. “Kalian membatalkan bulan madu karena aku?”

Cepat-cepat, Roy menggeleng. “Tidak, tentu tidak.”

“Ah, Olin,” kata Basskara lagi sambil menggelengkan kepala, “sudah kubilang, dia harus mengejar kebahagiaannya sendiri.”

“Ya.” Roy mengangguk. “Dia memang sedang melakukan itu.”

“Benarkah?”

Roy mengangguk, tapi bibirnya tersenyum pahit. 

Basskara manggut-manggut. “Syukurlah. Aku lega, sekarang, sudah ada yang menemaninya.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bayi Buat Pak BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang