Ponsel Roy bergetar lagi. Panggilan dari nama yang sama lagi. Dimatikannya ponsel dengan kesal.
Violette yang mengintip dari sisinya berkomentar, “Kenapa dimatiin?”
Roy menghela napas pelan. “Tidak penting.”
***
Dokter menerima keduanya dengan senyum mengembang seolah-olah tidak ada hal penting yang baru saja terjadi. “Saya dengar, Mbak Violette baru menikah. Selamat, semoga jadi sakinah, mawaddah, wa rahmah.”
Violette mengangguk dan tersenyum. “Terima kasih.” Konsekuensi dari menikah dadakan di rumah sakit adalah semua orang pasti mendengar langsung, kalau bukan dari saksi mata, bisa jadi dari orang yang mendapat cerita dari saksi mata.
“Tadi, Kakak sempat bergerak, Dok. Jadi, kesadarannya sudah meningkat, kan, Dok?” Violette berusaha kembali fokus pada permasalahan.
Dokter tersenyum dan mempersilakan keduanya duduk. “Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tingkat kesadarannya menurun.”
“Tapi tadi ….”
Roy menyentuh tangan Violette untuk menghentikan kepanikannya. “Apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kesadarannya, Dok?” tanyanya.
Dokter menghela napas lalu mengembuskannya pelan sambil mengangguk lemah. “Berdoa.”
Violette spontan memajukan badannya. “Dok ….”
Roy merangkul pundaknya untuk mengembalikannya ke posisi semula. “Selain itu, apa ada yang bisa kita lakukan?”
Dokter menunduk dan menggeleng lemah. “Koma biasanya hanya berlangsung 24 jam. Jadi ….” Keengganan terlukis jelas di wajahnya. “... Ini waktu kita ….”
Air mata Violette tak bisa dibendung lagi. Roy mengusap rambut Violette. Diberikannya pundak untuk menyembunyikan tangisnya.
Dunia Violette seolah berguncang dahsyat. Langit di atas kepala seakan-akan pecah. Kepingan-kepingannya jatuh menghantam bumi yang gemetar. Segalanya terasa hilang dari genggaman.
***
Perawat mencegat Violette ketika mereka kembali ke kamar Basskara di ICU. “Kamar Pak Basskara mau dibersihkan,” katanya, “kalau ada barang-barang yang perlu diambil, silakan diambil dulu.”
“Trus, nanti kalau Kakak udah sadar, balik ke kamar mana?” tanya Violette, tak terima.
“Nanti dicarikan kamar lagi. Kamar yang sekarang biar dipakai pasien yang lain dulu.”
“Tapi ….”
Roy maju menengahi. “Baik, kami ke sana sekarang.”
Meski tak terima, tapi Violette tidak membantah. “Padahal nyari kamar itu susah,” katanya, mendumal.
Roy tak menjawab.
***
Tak banyak barang pribadi yang dibawa Basskara ke rumah sakit. Hanya ada satu setel pakaian yang dipakainya dulu sebelum menginap di rumah sakit. Setelah itu, dia hanya mengenakan pakaian pasien yang disediakan di sana.
Violette memasukkan sepasang sepatu dan kaus kaki yang sudah bau lemari karena lamanya berada di sana. Tangannya gemetar menggenggam kaus kaki yang meski sudah dicuci, tetap terlihat lusuh. Saat itu, mereka tak punya uang untuk membeli pakaian. Kaus kaki yang dikenakan kakaknya itu sudah dimilikinya sejak beberapa tahun sebelumnya.
Mata Violette menghangat. Sekarang, saat kehabisan baju, dia hanya perlu menelepon desainer lalu pakaian datang sesuai permintaan. Namun, dia belum sempat membelikan sehelai pakaian pun untuk kakaknya. Setetes air mata jatuh di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Buat Pak Boss
RomansaWarning 21+ Roy Forrester, pimpinan Forrest Group terpaksa mengikuti perintah ayahnya untuk menikah. "Perusahaan kita adalah perusahaan keluarga. Kalau kau tidak punya keturunan, siapa yang akan mewarisi hasil kerja keras kita ini nanti?" ucap ayahn...