45. Salah Langkah

572 67 36
                                    

Roy terbangun karena getar halus ponsel di genggaman tangan kanannya. Sebuah pesan dari Theo berisi satu video. Mata Roy yang masih agak mengantuk segera terbuka lebar melihatnya. Dikerjapkannya mata beberapa kali lalu dikecilkannya volume suara ponsel. Dia tak ingin membangunkan Violette yang masih tertidur pulas di pundaknya. 

Dibukanya aplikasi perpesanan. Nama Zain Lawyer berada tepat di bawah ruang chat dengan Theo. Sejenak, Roy menghela napas. Digenggamnya tangan kiri yang masih berjalinan jari dengan Violette. 

Secuil hatinya tidak ingin berpisah dengan gadis itu. Namun, dia sadar, itu adalah pilihan yang egois. Hidup Violette akan lebih baik jika tidak bersamanya. 

Diangkatnya tangan Violette dan dikecupnya punggung tangan gadis itu. Sejurus kemudian, Roy membeku. Otaknya merasa ada yang salah sementara jantungnya berdegup keras. Seluruh tubuhnya gelisah dan Roy kehabisan akal mencari penjelasan atas apa yang barusan terjadi.

Kepala Violette bergerak. Genggamannya mengerat.

Debar jantung Roy makin menggila. Lelaki itu benar-benar bingung.

Violette mengangkat kepala dan terkejut melihat kelima jarinya yang saling mengait dengan jari-jari Roy. Ditolehkannya kepala menghadap Roy, tetapi pemandangan di jendela lebih mengejutkan. “Udah pagi?”

Roy ikut-ikutan menoleh ke jendela. Cahaya matahari masuk melalui kaca membentuk persegi panjang di lantai.

“Belom salat subuh!” seru Violette, melepaskan tangannya dari genggaman Roy. Cepat-cepat ia pamit dan berlari menuju musala.

Roy tertegun di bangkunya. Violette berjalan cepat di koridor, lalu menghilang dari pandangan begitu berbelok. Setelah beberapa saat, baru dirasakannya, pegal di pundak dan leher. Ternyata sudah semalaman mereka tertidur di sana.

Setelah melakukan sedikit peregangan di pundak dan leher, Roy bangkit. Dimasukkannya ponsel ke dalam saku celana. Di saat-saat seperti ini, dia ingin tahu, apakah Tuhan benar-benar bisa membantu.

***

Violette baru keluar dari tempat wudhu ketika Roy tiba di depan musala. “Mau salat?” tanyanya heran.

Roy menggeleng. “Aku tidak mau kau sendiri.”

Violette tertawa geli. “Ngga mungkin Jamie ke musala, kan?”

Jawaban Violette mengingatkan Roy pada video dari Theo yang belum sempat dibukanya. Dengan agak tergesa, dia duduk di bangku samping rak sepatu. Dibukanya layar kunci ponsel dan langsung masuk ke aplikasi perpesanan.

Dengan satu sentuhan, video itu terputar. Wajah manis Jamie terlihat di layar. Bibirnya tersenyum, membuat Roy menelan ludah. Dia bersandar di dinding. Tangannya di belakang punggung, Roy tak bisa melihatnya, tetapi yakin bahwa Theo pasti telah mengikatnya. 

Senyuman di bibir Jamie perlahan berubah menjadi tawa gembira. “Akhirnya, kamu nyari aku, Darl.”

Sebuah tendangan mendarat di pipi Jamie, menerbitkan darah di ujung bibirnya.

Mata Roy tak berkedip.

Kemudian terdengar suara Theo, “Menunggu perintah, Boss.”

Video berhenti. Roy beralih ke pesan kedua, sebuah tautan lokasi. “Di sini, Boss.”

Roy mengembus napas. Pelan, dientakkannya kepala ke dinding. Bayangan darah yang meleleh di ujung bibir lelaki itu tumpang tindih dengan tubuh kurus Basskara dan napas berat ayahnya. 

“Akhirnya, kamu nyari aku, Darl.” Kata-kata Jamie menyadarkannya. Lelaki itu hanya ingin bertemu dengannya. Jamie hanya merindukannya, sama seperti dirinya. Menghancurkan orang-orang kesayangannya bukanlah tujuan, melainkan jalan.

Bayi Buat Pak BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang