35. Mengendurkan Ketegangan

817 89 19
                                    

Sesiangan itu, Violette tidak banyak bicara. Dia sudah memutuskan untuk bersikap profesional. Itu berarti, membatasi topik pembicaraan dengan Roy. “Apa perlu sewa fotografer untuk foto?” tanyanya ketika mereka duduk-duduk di teras, menunggu pesanan makan siang.

“Foto?” Serta-merta, Roy mengalihkan pandang dari layar ponsel.

“Katanya, mau post foto mesra?”

Roy menatap Violette lekat. "Kausudah siap?"

Violette mengangguk mantap.

Roy tak langsung menanggapi. Ditatapnya benar-benar, wajah Violette. Bibirnya memang mengulas senyum, tetapi matanya terlihat lelah. "Kau pucat," kata Roy setelah beberapa saat.

"Hanya butuh make up," balas Violette.

"Masih ada besok," balas Roy lagi, kembali memantau pergerakan kurir di layar ponsel.

"Okay."

Roy melirik Violette yang menatap gerbang dengan tenang. Gadis itu sudah tidak merajuk, tetapi ada yang berbeda dari gestur tubuhnya, sesuatu yang mengingatkannya pada Jamie.

Dialihkannya pandang ke layar ponsel. Jarinya mengusap-usap peta tempat gambar motor bergerak perlahan. Dia merasa benar-benar kacau. "Vio," panggilnya, tanpa mengalihkan pandang dari layar ponsel, "aku butuh pergi sebentar."

"Ke mana?" Vio membalas, spontan.

Roy mengangkat wajahnya cepat.

Mata mereka beradu sejenak, membuat Vio buru-buru meralat. "Ehm, sorry, itu bukan urusanku," katanya, "ngga usah dijawab."

Roy menghela napas. "Kaumasih menganggap ini perjanjian bisnis?"

"Aku harus menganggapnya begitu."

"Aku sudah bilang …."

"Saat kondisi aman, kita bisa bercerai," potong Violette, "itu maksudnya, kan?"

Roy tak membantah.

“Aku sudah memikirkannya,” kata Violette datar, “soal kebahagiaan, memang bagus, tapi bukan itu fokusku sekarang.”

“Fokusmu adalah kakakmu.”

“Ya ….”

“Aku tetap akan membayar sesuai perjanjian ….”

“Aku tidak akan bercerai,” jawab Violette mantap, “kita stick to agreement.”

Roy mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

“Kamu juga ngga usah pusing soal jadi suami. Aku memang tidak akan keberatan kalau pernikahan ini naik level jadi pernikahan sesuai norma, tapi kalau mau seperti itu, maka kita juga harus melakukannya sesuai norma.” Violette diam sejenak, memperhatikan air muka Roy. “Dan, itu tidak mungkin, karena cara hidupmu tidak sesuai norma.”

Roy manggut-manggut.

“Karenanya, kita tetap jalan di perjanjian kita aja. Begitu lebih mudah.”

***

Malamnya, Roy pergi ke satu-satunya klub tempat para lelaki seperti dirinya berkumpul. Itu pengalaman pertama baginya. Sebagai pemimpin perusahaan ternama, dia tidak boleh memberi celah bagi wartawan gosip untuk membuat berita. Biasanya, dia hanya mau menghadiri pesta-pesta eksklusif yang kerahasiaannya dijaga dengan nyawa. 

Namun, malam itu berbeda. Roy berada di puncak kegelisahan. Setiap gerakan Violette mengingatkannya pada Jamie. Dia yakin, itu adalah bentuk kerinduan, bukan kepada Jamie, melainkan pada sentuhan lelaki. Karenanya, demi kewarasan jiwa dan raga, Roy memutuskan pergi ke tempat yang dihindarinya.

Bayi Buat Pak BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang