34.

224 34 19
                                    

Beritahu jika ada typo🙏

⚫⚫⚫

Apakah Lasmi tak salah mendengar? Rasanya kaku, pipi memerah dan bingung harus merespon seperti apa. Selama ini Reyhan tak pernah memuji nya, tapi sekarang tepatnya malam dimana mereka duduk berdua diatas motor adalah kalimat pujian pertama yang diberikan Reyhan kepadanya. Ini tak akan pernah terlupakan dalam hidupnya.

Ucapan Reyhan itu membuat Hormon adrenalin yang ada dalam tubuh Lasmi  banyak mengalirkan darah ke pipi sehingga menimbulkan semburat merah di wajahnya ketika sedang tersipu malu. Dan itu sangat memalukan jika ketahuan.

Untungnya ini adalah malam hari dan Reyhan juga sedang menyetir motor jadi meskipun pipinya berubah menjadi kemerahan Reyhan tak mengetahui itu. Bisa-bisa kena semburan ledekan kalo ketahuan.

Selepas dari ucapan Reyhan tadi menjadi akhir obrolan keduanya. Lasmi dan Reyhan memilih untuk diam. Ralat, mungkin bingung harus membuka topik baru. Sampai pada akhirnya mereka sampai ditempat tujuan.

"Rame banget, Nil. Pindah tempat makan aja, gimana?" Tempat ini memang tak pernah sepi apalagi ini malam hari, semakin malam pengunjung semakin ramai. Saat berbicara pun mereka sedikit menaikan volume suara karena disini sangat berisik.

"Jangan, Jang. Disni aja, udah lama banget gak makan disini," ucap Lasmi mencegah. Yah memang benar, terakhir makan berdua ditempat ini kurang lebih satu bulan lalu.

"Tapi rame, kita gak kebagian tempat duduk. Lo mau makan sambil berdiri?" Tentu saja sebelum benar-benar makan disini Reyhan berfikir keras tak mau sampai makan bakso sambil berdiri. Ia tak mau ambil resiko kepegelan karena kelamaan berdiri.

"Kita makan disitu," tunjuk Lasmi. Reyhan mengikuti arah tunjuknya yang tertuju pada karpet lepek yang tak jauh dari tempat bakso.

"Kotor," katanya sambil melihat karpet yang sudah tak bercorak itu.

Lasmi memutar bola matanya. "Akhlak lo lebih kotor dari pada karpet itu," ucap Lasmi sebelum pergi memesan bakso.

Reyhan menelan saliva sambil mengusap dadanya. "Etdah, make bawa-bawa akhlak, meskipun akhlak gue cuma sesendok Royko, tapi gak kotor."

Kini mereka sudah duduk dikarpet tadi dengan dua mangkuk bakso yang akan menjadi santapan mereka malam ini. Sederhana tapi makan ditempat seperti ini lebih menjadi kebiasaan mereka.

Cuaca malam hari ini begitu cerah. Meski mereka makan dipinggir jalan, namun itu sama sekali tidak mengurangi keindahan malam ini. Mungkin jika salah satu diantaranya memiliki kegengsian tinggi, mereka tak akan jadi makan ditempat itu.

"Entah kenapa gue lebih seneng makan ditempat kaya gini dari pada di Caffe atau restaurant." Disaat sedang mengunyah Reyhan masih sempat-sempatnya berbicara padahal mulutnya sedang penuh.

"Kenapa?" tanya Lasmi sambil terkekeh kecil. Tangannya masih sibuk mengaduk kuah bakso yang belum tercampur sempurna dengan saos serta kerabat-kerabatnya.

Reyhan melipat kaki, menimang satu mangkuk dengan satu telapak tangan kiri, dan tangan kanannya ia letakan diatas paha sesekali ia gerakan sebagai pelengkap ketika ia berbicara.

"Semangkuk bakso disini cuma lima belas ribu. Coba kalo di caffe, kentang goreng cocol saos tomat aja sampe tiga puluh ribuan. Bukannya gimana tapi kalo gue pribadi dari pada pergi ke caffe cuma beli kentang goreng doang mending gue buat dirumah. Lebih hemat dan pasti lebih banyak."

"Ya berarti alasan lo lebih suka makan ditempat ini karena lebih ngirit, dalam artian lo pelit."

"Penil sayang, lo tau gak sih perbedaan antara hemat dan pelit?"

Pasangan Bobrok Tanpa StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang