Prolog

169 11 0
                                    

"Salah satu obat rindu adalah bertemu, bertukar cerita, serta saling menumpahkan kasih sayang. Berbeda dengan yang hanya mengirim rasa rindu itu lewat doa dan memutar setiap kenangannya."

-Terangkai Semu-

***

"Apa Ayah akan pergi lagi?" tanya gadis mungil nan tinggi itu. Dengan raut wajah memelas berharap ayahnya tidak meninggalkannya pergi.

Pria paruh baya itu mendekat dan memeluknya erat. "Iya, maaf putri kecil Ayah. Ayah pergi karena Ayah mempunyai keluarga lain."

"Ayah, ini keluarga Ayah, ada aku dan Bang Fattah juga. Jadi Ayah mau kan tinggal lebih lama," bujuk gadis itu. Terpampang jelas di tembok kamarnya bertulis Aiza. Benar sekali gadis itu bernama Aiza, tepatnya Aiza Putri Jauharah.

Sosok yang disebut ayah di depan Aiza adalah Hadyan Basyir. Ayah kesayangan Aiza satu-satunya.

Hadyan menggeleng sambil melepaskan pelukannya. "Tidak bisa Aiza. Ayah punya tanggung jawab selain kamu. Ayah berharap kamu mengerti, bukannya kamu dan Fattah yang tidak mau ikut Ayah?"

"Memang Ayah, karena kita belum bisa menerima Ibu baru. Cukup Ibu Husna saja!"

"Tolong berhenti menyebut nama itu Aiza, jangan buat Ayah marah!" bentak Hadyan dengan nada tinggi.

Aiza tersentak dengan bentakan sang ayah, detak jantungnya berdegup kencang serta rasa takut jika Hadyan benar-benar marah. Aiza beristighfar dalam hati mencoba menenangkan hatinya. Matanya sudah berkaca-kaca ingin menumpahkan bendungan air mata.

"Ayah berubah semenjak Ayah menikah lagi. Ayah sering membentak Aiza padahal jika ada Ibu, Ayah tidak pernah seperti ini."

Menyadari akan perkataan putrinya benar, Hadyan mengelus dada pelan. Ia sangat mudah emosi untuk sekarang ini. Dirinya terlalu lemah masalah wanita, lalu untuk apa menikahi orang lain jika keadaan hati belum sembuh seutuhnya.

"Tidak Ayah hanya .... "

Hadyan tidak bisa meneruskan kalimatnya karena dia ragu mengecewakan Aiza, dan memang itu kenyataannya. "Sebaiknya kamu siap-siap katanya mau pergi, Ayah izinkan kamu."

"Ayah egois. Kalau Ayah pergi silakan saja, Aiza tidak akan melarang lagi." Senyum tipis terbit di bibir Aiza walaupun air matanya berhasil terjun membasahi pipi putihnya dan juga khimar yang dikenakan.

Tanpa sepatah kata pun Hadyan melenggang pergi. Ia tidak mau menyakiti Aiza lebih dalam lagi kalau ia berbicara menjelaskan semua. Hadyan sangat mengerti perasaan Aiza, bila Aiza sudah menangis tidak ada yang bisa menghibur hatinya selain meninggalkannya sendiri. Sama seperti Husna, Ibunya. Selalu cengeng dengan keadaan.

"Ayah sekarang jahat Bu ... dia tidak peduli dengan Aiza."

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang