22. Pesan Kakek

14 2 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


🐐 Selamat membaca 🐐





***

"Ada apa? Nggak sengaja aku dengar, kalian manggil namaku?" tanya Maira yang datang tiba-tiba, kehadirannya mengejutkan Aiza dan Zahira.

"Ah nggak, Mbak. Mbak Maira salah dengar kali," jawab Zahira. Zahira mengedipkan mata sebelah kirinya pada Aiza.

Kode dari Zahira diterima baik oleh Aiza. "I ... Iya, Kak. Aku sama Hira sedang ngobrol santai, nggak ada sangkut-pautnya dengan Kak Maira."

"Oh. Gitu ya? Ya sudah, aku permisi."

Aiza dan Zahira mengangguk kompak. "Iya."

"Hira, tuh kan kamu," kata Aiza. Zahiralah yang memulai terlebih dahulu membicarakan kakak tirinya.

"Kok aku?" Zahira berkacak pinggang tidak terima. "Mbak Maira hebat ya, sampai dengar pembicaraan kita. Dia punya kekuatan bisa membaca pikiran orang lain?"

Aiza menghembuskan napas pelan. "Nggak mungkin, Hira. Cuma kebetulan."

"Imajinasiku ke mana-mana ya, Mbak. Suka bingung deh." Zahira menekuk wajahnya.

"Tidak apa, Hira. Punya imajinasi yang wah itu kreatif." Aiza memberi 2 jempol sekaligus untuk Zahira.

"Oke, Mbak."

Tara bersalaman dengan tamu yang mulai berdatangan, yang rata-rata berusia puluhan tahun, begitu pula Jatmiko yang berada di sampingnya. Aiza menatap Tara lekat, ada sesuatu yang ingin Aiza bicarakan dengannya. Aiza menunggu kesempatan itu.

"Saya tinggal dulu ya, Bu. Ke dalam sebentar," pamit Tara.

"Bentar ya, Hir, aku mau bicara sama Nenek," pamit Aiza. Aiza segera menyusul Tara agar tidak ketinggalan jejak.

"Iya, Mbak. Silakan."

"Nek Tara, Nenek, Nek," panggil Aiza berulang kali.

Tara mengehentikan langkahnya, dia memutar badannya malas. "Ada apa lagi, Nenek bosan bicara sama kamu."

Meski perkataan Tara sama seperti Wina maupun Maira. Menyakitkan, tapi Aiza butuh jawaban dari Tara. "Nek, aku mau tanya soal Ibu."

Tara memutar bola matanya, antara geram serta kasihan pada Aiza. Aiza selalu bertanya akan hal itu. "Ibu kamu sudah tenang di sana, ngapain dibahas."

"Iya Nek, aku tahu. Tapi, apa Nenek sudah tahu tentang kasus kecelakaan itu. Hasilnya bagaimana Nek?" tanya Aiza yang masih dilanda berbagai persoalan tentang kecelakaan ibunya.

"Sudah. Katanya murni kecelakaan tunggal, remnya blong. Jangan tanya itu lagi, karena Nenek tidak mau mengingatnya. Dan, kalau sampai Wina tahu, dia akan sakit hati!" tegas Tara.

Aiza menundukkan kepalanya. "Iya Nek, maaf, tapi pengacara bilang mungkin ada sesuatu lagi Nek."

"Nenek nggak peduli, namanya takdir. Sudah itu saja! Belajarlah dewasa Aiza. Kalau kamu seperti ini terus, mau jadi apa?"

"Kamu seharusnya sadar sebagai Anak, bukan malahan mengungkit kejadian yang sudah takdir. Nenek heran sama kamu, sudah SMA sebentar lagi lulus kan?"

"Ibumu di sana sedih melihatmu seperti anak-anak yang belum bisa mengikhlaskan kepergian seseorang sampai sekarang," sambung Tara. Kata yang terucap dari mulutnya seakan terus mendesak Aiza.

Air mata Aiza turun tanpa diminta, selalu saja seperti ini. Aiza tidak tahu mengapa, dirinya sangat cengeng. Melihat cucunya terisak, Tara memilih mengacuhkannya. Biarkan Aiza belajar dari kesalahan.

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang