35. Ayo, Hidup Bersamaku

27 1 0
                                    

Pulang dari masjid Sidqi memutuskan untuk mandi, karena jaket yang ia pakai tak bisa melindungi dari hujan. Meski Sidqi membeli payung dari Fajar dia tidak menggunakannya, terlalu beresiko untuk dirinya dan orang lain jika payung itu terbang ke udara.

Sidqi mengeringkan rambutnya dengan handuk, setelah selesai ia menjemurnya ke tempat semula.

"Bagaimana kabar Maira, Qi? Kamu sudah bertemu dengannya? ajak ke sini dong seperti waktu kamu SMA. Ummi kangen buat kue lagi sama dia."

"Belum." Sidqi malas membicarakan perempuan itu. Satu hal, Sidqi tidak pernah mengajak Maira ke rumahnya, melainkan gadis itu yang datang sendiri dengan kedok belajar kelompok. Padahal Maira sengaja datang ke sini untuk menemui ibunya, entah maksudnya apa. "Mi, bisa nggak Ummi jangan bahas Maira. Sekarang mungkin dia sudah bahagia memiliki pasangan, jadi jangan usik kehidupannya."

Sarah tertawa, dia mengusap sudut matanya yang sedikit berair.

"Kamu salah, Qi. Maira belum menikah, dia masih kuliah. Ummi, Abi, Ayahnya dan Ibunya sepakat bahwa kamu sama Maira dijodohkan."

Deg

Kabar macam apa ini. Sidqi mencerna kata-kata Sarah. Dunia seakan berhenti menunjukkan kehidupan, begitu pula dengan hati yang siap untuk menikah dengan seseorang tetapi dijatuhkan oleh sebuah kabar buruk menyedihkan.

"T-tunggu, Ummi bilang apa? dijodohkan?" tanya Sidqi sekali lagi, memastikan itu tidak benar. Ia rasa ia sedang bermimpi.

"Iya. Untuk apa menunda-nunda. Kata kamu, kamu mau menikah dengan seseorang, orang itu Maira kan?"

Sidqi menggeleng cepat. "Aku menolak sekarang juga. Argh, Ummi tidak tahu, Iqi sengaja pulang karena Iqi memang mau menikah dengan seseorang tapi seseorang itu bukan Maira."

"Terus siapa?"

"Adiknya Maira, lebih tepatnya Adik tiri. Namanya Aiza."

Sarah membelalakkan mata, tentu saja benar-benar kaget. "Loh, kamu gimana sih, Qi. Kalau kamu menikah dengan si Aiza itu terus Maira sama siapa? Ummi tahu, Maira sangat menantikan kamu untuk jadi suaminya. Dan sekarang kamu malah menyukai Adiknya? Jahat kamu Qi!"

"Siapa yang jahat di sini, Ummi. Bukannya Ummi dan Abi yang jahat? Menjodohkan Anaknya tanpa bilang terlebih dahulu!"

"Enggak." Sarah mencekal lengan Sidqi yang hendak pergi. "Ini semua untuk kebaikan kamu Sidqi. Iya, Ummi dan Abi nggak bilang dulu, takut mengganggu kuliah kamu. Dengar, Maira gadis yang menurut Ummi terbaik untuk kamu. Dia mengerti kamu sampai menunggu kamu selesai kuliah di Surabaya."

"Yang terbaik menurut Ummi belum tentu terbaik bagiku. Aku dan dia hanyalah sebatas teman," ucap Sidqi yang dingin daripada sebelumnya. Ia tidak mau emosi menguasai hatinya, yang mungkin nanti bisa melukai Sarah.

"Pilihan Ummi dan Abi adalah yang terbaik untukku, aku tahu. Tapi, aku memilih pilihanku sendiri, mana yang baik dan tidak. Seharusnya Ummi mendukung."

Sarah tak bisa menghentikan Sidqi untuk melangkah pergi. Kalau Sidqi sudah seperti itu, ia tidak bisa melarang.

***

"Mbak Aiza ada yang nyariin di luar," ucap karyawannya memberitahu.

Kening Aiza mengkerut. "Siapa, Mbak?"

"Katanya teman SMA, Mbak."

"Nggak disuruh masuk?"

"Sudah Mbak, tapi orangnya nggak mau."

"Siapa sih?" Aiza cepat-cepat menutup buku yang digunakan untuk mencatat kebutuhan tokonya. "Saya keluar dulu, Mbak."

"Iya, Mbak."

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang