Jam pulang sekolah lebih cepat dari biasanya. Kesempatan itu dimanfaatkan kelima orang yang saling bersahabat untuk menghabiskan waktu bersama. Helsa dengan senang hati mentraktir makanan cepat saji di dekat sekolah. Helsa tidak keberatan sama sekali, karena dia baru mendapatkan rejeki, katanya.
Aiza melirik teman-temannya yang sibuk makan sambil bercanda ria. Aiza tersenyum kecil, betapa beruntungnya ia mendapat teman yang peduli satu sama lain. Tidak ada perselisihan, aman dan tenang. Aiza ingin seperti ini seterusnya, tapi Aiza juga tidak bisa memaksa jika salah satu dari mereka memilih pergi.
Waktu lulus sekolah tinggal sebentar, beberapa Minggu lagi ujian sudah di depan mata. Dari mereka akan sibuk masing-masing menghadapi ujian kelulusan. Perpisahan pasti ada, jika awalnya sudah dipertemukan.
Ting!
Pesan masuk yang Aiza tidak tahu dari siapa. Aiza membuka layar hpnya yang semula tergeletak di meja.
My brother ngeselin :
Za, cepat pulang sekarang!
Kenapa, Bang? Aiza sedang makan sama teman-teman
Nanti Abang kasih tahu. Dihabiskan saja duluOke
Firasat Aiza tiba-tiba tidak enak. Fattah menyuruhnya pulang mendadak, padahal jika Aiza bersama teman-temannya Fattah tidak mungkin menyuruh pulang. Ada hal penting apa? Aiza waswas sendiri."Khalisa, Helsa, Intan. Kayaknya aku nggak bisa lama-lama deh, Bang Fattah nyuruh aku pulang," ucap Aiza.
Khalisa mengerutkan keningnya. "Loh? Ada hal penting, Za?"
"Belum tahu. Takutnya gitu."
Helsa menghela napas. "Yah ... Aiza sang juara kita pulang duluan."
"Iya nih, nggak seru dong," ujar Intan.
Aiza membereskan makanannya yang memang sudah selesai. Ia mengecek tasnya, berjaga supaya tidak ada barang yang ketinggalan.
"Maaf ya semua. Lain kali lagi oke, aku pamit pulang. Assalamu'alaikum," pamit Aiza.
"Wa'alaikumussalam," ucap Khalisa dan Intan. Sementara Helsa hanya mengangguk.
"Oh iya, terima kasih Helsa atas makanannya," seru Aiza yang belum jauh dari tempat itu.
"Sama-sama!" ucap Helsa setengah berteriak.
***
Aiza mendapati Fattah yang duduk di sofa. Cowok itu terlihat tenang, terlihat juga tangannya terus mengusap bulu lembut Rici. Mendapat perlakuan seperti itu Rici bermanja-manja di pangkuan Fattah.
Aiza menghampiri keduanya. Aiza menatap kucing kesayangan sebentar, kemudian beralih pada Fattah yang berubah aura. Kini menjadi misterius dan susah ditebak.
Perasaan Aiza menjadi tidak enak. Aiza ingat, Fattah menyuruhnya untuk pulang secepatnya. Dan sekarang Aiza sudah sampai, tetapi Fattah belum mengeluarkan ucapan sedikit pun.
"Bang?" panggil Aiza. Aiza memulai percakapan berharap Fattah akan membalasnya. Namun, tidak sama sekali. Fattah yang biasanya suka ngomel, cerewet, dan receh. Sifat itu seketika lenyap, Fattah yang di depannya ini irit ngomong sekaligus datar. Tak lupa sikapnya yang dingin, layaknya es batu.
Fattah memindahkan Rici yang tidur di pangkuan ke sofa sebelahnya duduk. Fattah merogoh saku celananya, mencari sesuatu. Aiza masih bingung, ia tidak berhenti menatap Fattah dengan serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terangkai Semu (End)
Spiritual"Berikan senyuman terindahmu pada orang yang kamu sayangi, walau itu sangat menyakitkan." Begitulah pesan Husna, ibu Aiza sebelum beliau wafat. Hari-hari yang selalu diiringi canda tawa telah pupus sebelum masanya. Aiza selalu mengingat pesan itu...