41. Harus Menerima

27 1 0
                                    

"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu."

(HR. Tirmidzi dan Nasai)

***

Menatap lekat 2 benda yang kini berada di tangan Aiza. Benda itu adalah sapu tangan milik seseorang yang berbeda, 1 berwarna hijau tosca dan 1 lagi biru muda. Pemberian kecil yang sampai saat ini ia simpan. Pilihan sulit karena Aiza harus memilih salah satunya, ia tahu akan ada luka yang harus diterima dirinya maupun orang lain nantinya.

Aiza mantap dengan keputusan yang ia putuskan di depan Hadyan sebelum ayahnya pergi. Aiza memilih Altair. Selama ini banyak sekali jalan berliku antara Aiza dan Sidqi. Banyak yang menentang tidak setuju keduanya bersatu, termasuk keluarga Aiza. Mungkinkah keduanya belum berjodoh meski saling mengagumi, cinta bukan soal memiliki, melainkan menghargai jika dia lebih memilih yang lain.

Aiza akui, Altair sangat sabar. Sikap atau perilaku Aiza yang kurang baik semenjak SMA sampai sekarang. Altair juga sangat sabar menunggu walaupun ditolak berkali-kali. Namun, penantiannya tidak sia-sia. Aiza berjanji akan membayar waktu yang berharga itu dengan belajar mencintai Altair. Asal lambat Aiza akan berusaha.

"Aiza makan, ya?" Fattah terus membujuk Aiza agar keluar kamar untuk mengisi perut. Setiap hari Aiza telat makan, wajahnya nampak datar sesekali murung. Kepergian Hadyan sangat berpengaruh, mengingat Aiza kembali dekat dengan ayahnya akhir ini. Seorang Ayah itu cinta pertamanya anak perempuan, Aiza menyadari hal itu.

"Sejujurnya Aiza belum lapar, Bang," tolak Aiza. 

"Dari pagi kamu belum makan, Za. Nanti kamu sakit, acara pernikahan kamu kan sebentar lagi."

"Aiza tahu."

"Terus kenapa nggak makan? Kamu ragu melanjutkan pernikahan itu, Za? bilang sama Abang!" marah Fattah. Sebenarnya Fattah tidak mau bersikap keras terhadap Aiza, tapi ini demi kebaikan Aiza.

"Biar Abang batalkan saja. Altair pasti ngerti kok, kamu sudah menolaknya berkali-kali, dia pasti paham betul. Tapi, tidak tahu dengan Ayah."

Aiza menggeleng. "5 menit lagi Aiza keluar untuk makan."

"Oke. Abang tunggu di meja makan, di sana juga ada Mbak Aisyah yang menunggu kamu." Pintu ditutup lumayan kencang oleh Fattah, menandakan kegelisahannya yang dirasakan.

Pertahanan Aiza longsor, air matanya mengalir membasahi wajahnya yang pucat. Aiza sangat sensitif, efek kehilangan orang tersayang membuatnya ingin terus menangis.

Aiza membuang sapu tangan berwarna tosca di tempat sampah di kamarnya, disertai membuang seluruh kenangan dan membuang rasa itu jauh. Aiza kembali menyimpan sapu tangan biru di laci meja.

Sebelum keluar, ia mengusap wajahnya yang sembab. Aiza memutuskan untuk menuruti perintah Fattah. Betul yang dikatakan Fattah, ia harus makan agar tidak sakit. Dirinya butuh tenaga untuk sekadar menyampaikan informasi pernikahannya kepada seseorang yang telah membuat janji sebelumnya.

Aiza akan menemui Sidqi di cafe dekat toko kuenya, seperti kala ia bertemu kembali dengan Sidqi untuk pertama kali setelah keduanya terpisah lama.

***

Tubuh lelah, mata memerah, serta rambut berantakan. Sidqi mengaduk kopi yang ia pesan sedari tadi, Sidqi menunggu kedatangan Aiza. Kata-kata yang dikatakan Maira menganggu pikirannya. Apa berita itu benar? bahwa Aiza akan menikah dengan Altair, benaknya bertanya.

Waktu itu di rumah sakit. Sidqi telah siuman, kondisinya sudah membaik. Sidqi tidak mengalami luka yang parah.

Mendengar hal itu, Maira berniat menjenguk mantan tunangannya. Sekaligus ingin memberitahu sesuatu yang berkaitan dengan Aiza.

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang