Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Siapkan hati, part di bawah lumayan menguras emosi 😁
Nggak sabar? Yuk langsung dibaca.
***
"Manusia tidak ada yang bisa adil, bahkan berusaha untuk menyanggupinya. Kesempurnaan hanya milik-Nya. Masalah hati susah ditebak, tak jarang malah terjebak."
-Terangkai Semu-
***
Aiza mengaduk semangkuk mie ayam yang ia pesan beberapa menit lalu. Aiza sengaja menuangkan banyak saus pedas, menandakan suasana hatinya saat ini. Mungkin dengan rasa pedas Aiza akan lega.
Aiza duduk sendiri di kantin, Khalisa bersama teman-teman yang lain masih sibuk mengurus kerja kelompok membuat kerajinan. Tugas itu diberikan untuk dikumpulkan Minggu depan, sedangkan Aiza. Gadis itu ikut-ikutan saja.
"Yakin mau makan?"
Baru menyuapkan garpu ke mulutnya, Aiza kembali meletakkannya. Aiza mendongak menatap orang itu. Yap, seperti dugaan, dia muncul di mana-mana.
"Kenapa?" tanya Aiza.
"Sakit perut, nggak sayang sama kesehatan?" jawab Sidqi.
"Terserah dong, perut saya kok kamu yang repot!" ketus Aiza.
Sidqi mengangguk. Ternyata Aiza sulit dimengerti, keras kepala. "Memang perut kamu, tapi jangan nyesel kalau kenapa-napa. Kesehatan kok main-main, banyak di luar sana yang ingin sehat seperti kamu."
Aiza mencerna kata-kata Sidqi. Yang diungkapkan Sidqi itu benar, tapi Aiza tidak bermaksud begitu.
"Nih minum." Sidqi menyodorkan susu kotak berukuran sedang rasa original yang tidak sengaja ia bawa. Sidqi membawanya dari rumah, itu pun paksaan dari uminya.
"Nggak perlu bisa beli sendiri," tolak Aiza.
"Anggap saja itu rezeki buatmu. Duluan, assalamu'alaikum." Sidqi tersenyum sekilas, meski Aiza ketus terhadapnya. Namun, Sidqi mulai menyukai kepribadian gadis itu. Ketus juga ada manfaatnya.
"Wa'alaikumussalam."
Aiza mengamati susu pemberian Sidqi. Apakah ia harus menerimanya atau memberikannya pada yang lain?
Dari jarak yang lumayan jauh, Intan melihat Aiza sendirian. Intan tersenyum kecil, ia segera menghampiri Aiza. Sambil membawa minumannya, Intan duduk di hadapan Aiza.
"Aiza."
"Tan, Khalisa sama Helsa mana? Nggak ke sini?"
"Mereka berdua ke toilet, katanya sih sebentar. Eh tahunya sampai sekarang, jadi aku ke sini sendiri."
"Oh, iya."
"Aiza, nanti kita bareng ya."
"Bareng apa?" tanya Aiza tidak paham.
"Masa lupa? Kerja kelompok, nih aku perjelas. Kerja kelompok membuat kerajinan dari barang-barang bekas," jawab Intan.
Aiza menepuk jidatnya. "Astaghfirullah, kalau itu aku nggak lupa. Kirain Intan mau ngajak bareng ke mana."
"Sama-sama salah paham bisa gitu ya, Za?"
"Tergantung sih, kalau memang sesuai fakta ya nggak bisa mengelak. Iya nggak?"
"Betul sih. Kenapa ngomong gitu?"
"Perkataan aku salah? Maaf Tan."
Intan tertawa lepas. Hanya perasaan Intan saja yang berpikir tidak-tidak. "Nggak, Za. Nggak ada salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terangkai Semu (End)
Spiritual"Berikan senyuman terindahmu pada orang yang kamu sayangi, walau itu sangat menyakitkan." Begitulah pesan Husna, ibu Aiza sebelum beliau wafat. Hari-hari yang selalu diiringi canda tawa telah pupus sebelum masanya. Aiza selalu mengingat pesan itu...