"Sudah malam loh, Za. Tidur ya?"
Husna membelai rambut hitam milik Aiza dengan lembut. Ia tahu perasaan Aiza yang tidak sabar menyambut perpisahan sekolahnya besok pagi.
"Belum bisa, Bu. Mata Aiza belum ngantuk, nggak mau merem." Gusar. Aiza menurunkan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.
"Kalau nggak tidur mata Aiza bisa hitam kayak panda. Gimana kalau Aiza jelek sendiri saat difoto? Mau?"
Aiza menggeleng. "Nggak mau."
"Maka dari itu ayo tidur. Ibu akan tetap di sini menemani Aiza sampai Aiza tidur." Husna ikut berbaring di samping Aiza, anak perempuan itu justru sangat senang. Ia memeluk ibunya erat.
"Iya, Ibu."
Hari yang dinantikan Aiza dari semalam tiba. Orang tua maupun wali dari siswa sudah berkumpul untuk menyaksikan mereka. Acara yang digelar cukup meriah, banyak pentas seni yang akan ditampilkan dari anak-anak sekolah dasar ini.
Husna, Hadyan, dan Fattah duduk di bangku tengah. Mereka tidak sabar menunggu hasil kelulusan Aiza, kecuali Fattah yang tidak peduli. Fattah terkadang iri pada Aiza yang dimanjakan dan diperhatikan, berbeda dengan dirinya yang diperlakukan biasa-biasa saja.
"Yah, itu Aiza di depan," tunjuk Husna.
"Iya, Bu. Anak kita cantik banget, ya?"
"Ayah, Ibu. Nggak perlu seheboh itu, ini cuma kelulusan biasa. Aku juga pernah kayak gini!" kesal Fattah.
"Memangnya kenapa, Tah? Aiza Adik kamu, seharusnya kamu ikut bangga." Fattah melayangkan tatapan sinis kepada adiknya, Hadyan selalu saja membela dia.
"Sudah, Yah." Husna geleng-geleng kepala, tangannya terulur mengusap kepala anak laki-laki yang cemberut. "Fattah nggak boleh gitu, ya. Kalian semua sama, sama-sama Anak kesayangan Ibu dan Ayah."
Fattah membuang muka tidak percaya. "Tapi, yang aku rasakan ini berbeda, Ibu. Apa-apa selalu Aiza mentang-mentang dia Anak bungsu. Coba dibalik, aku yang jadi Aiza, apakah Ibu dan Ayah akan bersikap sama?"
Sabar. Husna harus memberi pengertian pada remaja yang masih labil ini, wajar jika emosinya belum terkontrol dengan baik. "Fattah ini Kakak laki-laki, sedangkan Aiza Adik perempuan. Tugasnya Fattah sebagai Kakak untuk apa? menjaga, mengingatkan, membimbing dan sebagainya. Jika Aiza salah atau membutuhkan bantuan, Fattah harus membantu dan meluruskannya. Beda halnya kalau Aiza sudah menikah nanti, tanggung jawab kamu akan ditanggung suaminya. Ibu dan Ayah memperlakukan kalian sama, tidak ada bedanya. Anak sulung maupun bungsu sama, jangan merasa kurang diperhatikan. Banyak Anak sulung di luar sana yang ingin sekali mempunyai Adik, karena kesepian. Namun, orang tua mereka tidak bisa. Lantas Fattah yang sudah mempunyai Adik ini tidak bersyukur?"
Merasa tersentuh oleh perkataan ibunya. Fattah merenungkan perilakunya selama ini pada Aiza, tetapi rasa kesal itu masih tetap ada.
Setelah penerimaan peringkat, piala dan pengumuman kelulusan seluruh siswa diperbolehkan duduk kembali bersama orang tua masing-masing. Aiza sedikit berlari menemui keluarganya, sambil membawa piala, anak kecil itu nampak kewalahan.
"Ayah, Ibu, Aiza dapat juara 1. Asikkk, bisa masuk di SMP favorit bersama Bang Fattah!"
"Alhamdulillah," ucap Husna dan Hadyan bersamaan. Sebagai orang tua, melihat serta dapat merasakan kebahagiaan atas pencapaian anaknya adalah hal yang sangat membanggakan.
"Hebat Putri kecil Ayah." Hadyan memeluk tubuh mungil Aiza.
"Heh! Apaan main ikut-ikutan. Ngikut mulu perasaan dari TK, SD masa SMP atau mungkin SMA di sekolah yang sama? Emangnya jejak petualangan, bisa diikutin semua orang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Terangkai Semu (End)
Spiritual"Berikan senyuman terindahmu pada orang yang kamu sayangi, walau itu sangat menyakitkan." Begitulah pesan Husna, ibu Aiza sebelum beliau wafat. Hari-hari yang selalu diiringi canda tawa telah pupus sebelum masanya. Aiza selalu mengingat pesan itu...