36. Kebohongan

27 1 0
                                    

Bayi berusia 10 bulan di pangkuan ibunya terus saja mengoceh tidak jelas. Bahasanya masih terlalu sulit untuk dimengerti orang dewasa seperti Aiza dan yang lainnya, hanya Intan yang tahu. Pipinya yang gembul menambah keimutan bocah perempuan itu.

"Gemes banget sih Alisa." Khalisa menyentuh kedua pipi bayi tersebut.

"Nikah Lis biar punya Adik bayi kayak aku," ucap Intan.

"Sabar atuh, carinya susah. Dulu pas masih SMA yang ngebet nikah Helsa, tapi   sekarang Intan sampai duluan ke pelaminan. Skenario Allah memang indah, nggak ada yang tahu."

"Benar juga." Aiza manggut-manggut mendengar penuturan Khalisa. "Di saat Intan yang sedang berjuang menjadi tulang punggung keluarga, di saat itu pula Allah menghadirkan tulang punggung yang siap untuk berjuang bersama."

Intan tersenyum hangat. Benar yang dikatakan sahabatnya barusan, Intan menerima segala cobaan yang terjadi di hidupnya. Ia juga tidak pernah menyangka akan menjadi istri orang di umur yang masih muda. Namun, ini kisah terbaik sekaligus indah yang menjadi takdirnya. Sekarang Intan sudah mempunyai keluarga lengkap, walau tanpa ibu. Ali, adik kecilnya kini sudah beranjak remaja. Intan hidup terpisah dari Ali, karena Ali melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren. Nama Alisa terinspirasi dari adiknya, agar intan dapat mengingat Ali sampai kapanpun.

"Sibir itih cirinyi sisih." Helsa menimpali.

"Banyak Lis aku lihat di pinggir jalan."

"Di Belanda? Wajar Hel kalau di Belanda, bule semua. Kalau di sini mana ada, ada sih cuma nggak sesuai kriteria idaman."

"Hehe iya, ya." Helsa beralih pada ponsel di genggaman. Dia mencari akun seseorang di sosial media, kemudian mencari postingan fotonya. "Dia temanku di Belanda yang muslim."

"Terus?"

"Iya, Hel. Terus?" Aiza ikut melihat foto itu.

Helsa tepok jidat sendiri dengan kepolosan para sahabat yang tidak tahu memanfaatkan kesempatan.

"Ya ampun kalian. Nggak ada yang minat untuk jadi Istrinya?"

Aiza, Khalisa, dan intan saling bertatapan. Antara bingung dan kaget, padahal cuma becanda. Helsa menganggapnya serius sampai dirinya terlihat sebagai biro jodoh bagi teman-temannya yang jomlo, kecuali Intan.

"Kalau di bawa ke Belanda gimana?" tanya Khalisa.

"Tinggal ikut, nanti aku bantuin di sana."

"Percaya diri keterima, Lis?" Intan sedikit tertawa. Karena, percaya diri Khalisa menggebu-gebu padahal belum tahu sifatnya bagaimana.

"Intan bicaranya gitu, nggak mendukung aku bahagia. Nggak mendukung punya adik bayi, pasti lucu-lucu"

"Iya-iya mendukung kok."

"Aiza sudah ada calonnya jadi buat aku saja, ya," celetuk Khalisa. Tak sadar membuat pipi Aiza bersemu seketika.

"Guys, si Maira mau menikah, ya? Ini lihat postingannya baru 1 jam yang lalu, dan ini baru acara tunangan," ujar Helsa memberitahu berita yang mendadak tiba-tiba.

"Aiza nggak tahu, Za?" tanya Khalisa.

"Iya, Za?"

Aiza menggeleng cepat. Jujur ia pun terkejut, Hadyan, Wina, maupun Fattah tidak memberitahu apa pun. "Keluargaku nggak memberitahu sesuatu, bahkan Bang Fattah sekalipun. Apa Kak Maira sengaja mau menutupinya diam-diam?"

"Menutupinya? Tapi di-posting di sosmed,  mencurigakan." Pendapat Khalisa dengan kejadian ini.

"Sama siapa, Hel?" tanya Aiza penasaran dengan calon pasangan Maira, yang nantinya akan menjadi kakak ipar.

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang