12. Menerima Hukuman

17 3 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh, alhamdulilah part 12 update 🎊🎊

Yuk baca bismillah dulu sebelum memulai, sudah siap dengan kejutan-kejutan di bawah?

Selamat membaca!

***

Seperti yang diperintahkan Hadyan, Aiza menuruti permintaannya untuk mengalah. Fattah dan Maira sudah berangkat beberapa menit yang lalu, sedangkan dirinya harus mengayuh sepeda karena takut terlambat jika menunggu giliran.

Bulir-bulir keringat membasahi seluruh wajahnya, jarak ke sekolah cukup jauh. Aiza sekuat tenaga untuk bisa sampai ke sekolah, walau banyak siswa-siswi lain yang memandangnya sebelah mata. Orang hanya bisa melihat keadaannya bukan kejadian yang sebenarnya, namun Aiza cuek akan hal itu. Ia tidak malu meski naik sepeda sendiri, yang penting kendaraan yang bisa membawanya menuntut ilmu. Alasan Aiza tidak memilih naik motor adalah trauma, karena ia takut dengan orang kecelakaan. Kecelakaan itulah yang merenggut nyawa ibunya.

Setengah jalan sudah Aiza lalui. Aiza sampai di perempatan yang sebentar lagi menuju sekolah. Sekolah pun terlihat dari jauh, Aiza hanya memandang berusaha untuk mengejar jalanan beraspal.

Dor!

Suara letusan ban sepeda terdengar nyaring. Ban belakang sepeda yang dinaiki Aiza meletus, entah karena apa. Aiza turun untuk memeriksa. Dan ternyata benar, ban itu rupanya tidak bergerigi lagi.

Aiza mendengus kesal. "Kamu nggak kompromi dulu denganku, ban!"

"Sekarang bagiamana, telat nggak ya. Semoga saja tidak, aamiin." Aiza mulai menuntun sepedanya dengan langkah cepat.

Setengah berlari menyusuri jalan. Aiza sudah ngos-ngosan dibuatnya, sambil berlari Aiza memerhatikan lingkungan sekitar namun tidak ada satu pun bengkel yang buka. Kakinya meminta untuk istirahat, sedangkan hatinya menolak.

Tinggal sedikit langkah lagi, gerbang beberapa detik lagi akan ditutup. Satpam yang berjaga sudah memegang kunci, dirasa sudah tidak ada lagi murid yang datang dan kebetulan sudah jam 07.00 tepat. Satpam berkumis tebal itu segera menarik, lalu mengunci gerbangnya.

"Jangan telat, jangan. Duh telat!" Aiza menepuk jidatnya, dia telat beberapa detik saja. Semoga masih bisa masuk.

"Pak tolong dong bukain, saya baru telat 10 detik." Aiza mencoba membujuk satpam untuk membuka gerbang untuknya. Ini cara satu-satunya agar ia tidak dihukum.

Anto yang lama bekerja sebagai satpam di SMA Lentera Sakti sudah hafal semua trik dari murid-murid yang terlambat, seperti yang Aiza lakukan. Dia adalah satpam yang tegas, jadi ia tidak mudah tergoyahkan.

Anto berujar, "Tidak bisa, kamu boleh masuk asalkan sebagai siswi terlambat. Di sana Pak Aji siap untuk menghukum."

Aiza melihat guru BK kelasnya, pak Aji sudah menunggu siswa-siswi terlambat. Dia juga membawa gunting di tangannya, Aiza meneguk salivanya dalam-dalam. Padahal cuma operasi rambut untuk anak laki-laki, tetapi tetap saja Aiza takut.

"Bapak nggak kasihan sama saya?" tanya Aiza. Gadis itu memasang wajah memelas.

"Yang namanya telat tetap telat! Mau 10 detik, 20 detik, bahkan jam. Bapak tidak peduli, anak cewek kok telat!" tegas Anto.

"Saya sebenarnya nggak telat Pak, tapi ban sepeda saya meletus di jalan. Jadinya saya telat sampai ke sini," terang Aiza. Walau Aiza sudah menjelaskan apa yang terjadi, Anto tetap tidak perduli. Wajahnya datar namun sesekali memandangi sepeda yang dituntun Aiza.

"Alasan kamu saya tolak. Ban sepeda itu memang meletus tapi kamu seharusnya punya cara untuk datang ke sini tepat waktu. Seperti pesan ojek."

Aiza menghembuskan napasnya kasar. "Ya sudah Pak. Izinkan saya masuk sebagai siswi terlambat," ucap Aiza pasrah.

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang