Gaun pernikahan sederhana berwarna putih terbalut di tubuh mempelai wanita. Riasan tipis dan natural semakin menambah kesan cantik di wajah Aiza.
Dekorasi bunga bernuansa putih dengan perpaduan coklat menghiasi di setiap sudut ruangan maupun di halaman rumah.
Tepat hari ini Aiza akan menikah dengan seseorang pilihan ayahnya. Melepas masa lajang bersama orang terkasih adalah impian semua orang, tapi bagi Aiza berbeda. Aiza belum mencintai calon suaminya, menerima kehadirannya pun butuh waktu.
Tidak ada yang tahu jodoh kita dengan siapa, orang yang kita kenal atau tidak, orang yang kita benci atau cinta, kecuali Allah yang maha mengetahui. Bisa jadi orang yang kita kagumi selama ini bukanlah orang yang tepat, sedangkan orang yang kita benci belum tentu orang yang buruk. Bersikap sewajarnya saja, karena semua itu sudah diatur sesuai porsinya masing-masing. Turunkan sedikit egomu agar kamu tidak menyakitinya lebih jauh.
Akad nikah akan segera berlangsung. Orang-orang yang datang mendadak diam agar acara dapat berlangsung sakral dan hikmat.
Fattah sudah siap menjadi wali nikah untuk Aiza sebagai perwakilan pihak ayah yang telah tiada. Momen yang tidak dapat Fattah lupakan seumur hidup. Ia melepas tanggung jawab untuk diserahkan kepada seseorang yang beruntung mendapatkan adiknya, dan itu pantas bagi Altair.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, Altair Dzul Ravardhan Bin Muhammad Dzul Rivan dengan Adik kandung saya, Aiza Putri Jauharah Binti Almarhum Hadyan Basyir dengan mas kawin berupa logam mulia 50 gram dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Aiza Putri Jauharah Binti Almarhum Hadyan Basyir dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Altair dengan satu tarikan napas.
"Bagaimana saksi? Sah?" Penghulu bertanya kepada seluruh tamu undangan yang hadir.
"SAH!" jawab mereka kompak.
"Alhamdulillah."
Ucapan syukur menggema bersamaan. Altair mengatupkan kedua tangannya, lalu mengucapkan syukur. Pernikahan yang selama ini ia impikan terwujud. Proses yang tak mudah untuk dicapai, banyak sekali rintangan, luka, dan kekecewaan. Di tempat lain, Aiza mendengar proses ijab kabul yang diucapkan Altair dengan suara lantang. Aiza segera mengucap syukur, ia begitu terharu. Permintaan almarhum ayahnya dapat terlaksana dengan baik.
Seseorang tersenyum kecut. Ia sempat menitikkan air mata, bagaimanapun ini sakit sekali. Hadir di pernikahan orang yang cinta, tapi bukan dirinya yang menjadi mempelainya. Sangat miris bukan?
"Yang kuat, Qi," ucap Afnam. Afnam merasa kasihan pada Sidqi. Ia tahu betul keduanya saling mencintai. Namun, mereka tidak bisa bersama. Faktor restu menjadi penyebabnya.
Sidqi mengangguk. "Tentu, Nam."
Rima mengantar menantunya menemui putranya. Doa Rima selama ini terkabul, meski sebelumnya Rima tahu bahwa Altair gagal mendapatkan hati Aiza. Tapi, takdir berkata lain, mereka memang ditakdirkan berjodoh.
Aiza duduk di sebelah Altair yang kini sudah sah menjadi suaminya. Senyuman manis dari wajah cantiknya tak luput dari perhatian Altair.
Aiza mencium tangan Altair untuk pertama kali. Altair pun sama, ia beralih mencium kening Aiza. Keduanya melempar senyum malu-malu karena disaksikan oleh para tamu undangan termasuk keluarganya.
Setelah selesai menandatangani dokumen pernikahan, keduanya melangsungkan sesi foto dengan buku nikah tersebut.
***
Tiba di acara resepsi seluruh tamu undangan dipersilakan untuk memberi ucapan selamat serta menyalami kedua pengantin. Setelah itu, dari mereka juga mulai menikmati hidangan yang telah diberikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terangkai Semu (End)
Spiritual"Berikan senyuman terindahmu pada orang yang kamu sayangi, walau itu sangat menyakitkan." Begitulah pesan Husna, ibu Aiza sebelum beliau wafat. Hari-hari yang selalu diiringi canda tawa telah pupus sebelum masanya. Aiza selalu mengingat pesan itu...