23. Perih

24 2 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah update, meski sibuk dengan dunia nyata.

Jangan lupa vote, komen, dan share ya. Setidaknya vote, menghargai itu penting!

Selamat membaca 💙💙







***


"Di saat hati ini enggan untuk menerima seseorang, di saat itu pula orang itu datang. Dan terkadang, dia tak bisa menetap. Entah itu berpamitan atau tidak."

-Terangkai Semu-

***

Mading sekolah banyak dikerumuni seluruh siswa-siswi SMA Lentera Sakti. Mereka berdesakan ke sana ke mari untuk melihat pengumuman yang baru saja ditempel ketua OSIS. Jarang terjadi kerumunan seperti ini, jika tidak ada kepentingan. Informasi dari sekolah langsung saja diburu, tanpa ada yang mau ketinggalan. Sedangkan bacaan-bacaan bermanfaat, berupa motivasi, sharing, dan juga doa-doa banyak dilupakan. Hanya mereka yang mempunyai daya baca tinggi yang niat membacanya.

Aiza datang bersama Khalisa dan Helsa. Mereka bertiga tidak sengaja berpapasan di koridor, akhirnya ketiga gadis itu memutuskan untuk ke kelas bersama.

"Rame banget kayak pasar," ujar Helsa heran.

"Biasanya juga gitu kalau ada informasi baru," kata Khalisa. Khalisa tidak merasa asing dengan orang-orang itu.

"Kira-kira ada info apa ya?" tanya Aiza.

"Kalau kepo, yuk kita ke sana," ajak Helsa. Ajakan Helsa langsung disetujui oleh Aiza dan Khalisa. Ketiganya membelah lautan manusia untuk melihat papan informasi itu. Atau lebih dikenal majalah dinding, atau mading.

"Lomba?" beo Aiza. Lomba kecil-kecilan yang diadakan SMA Lentera Sakti bertujuan untuk meningkatkan semangat belajar, dan mengasah bakat para muridnya. Tim OSIS telah merencanakan hal ini bersama penanggung jawab sekolah. Lomba seperti ini jarang dilaksanakan, kecuali anniversary atau kenaikan kelas. Itu pun lomba olahraga yang berhubungan dengan fisik.

"Iya lomba, wah lombanya banyak yang menarik nih," jawab Khalisa antusias.

"Ada puisi juga, kamu harus ikutan, Za," ucap Helsa. Mata Helsa tertuju pada Aiza di sampingnya. "Aku dukung kamu!"

Aiza mengerutkan keningnya bingung. "Aku?"

"Iya, Za. Kamu paling pintar kalau membuat puisi diantara kita." Karena, Helsa tahu Aiza pandai bermain kata. Apalagi puisi.

"Betul kata Helsa, Za. Di sini tertera ... " Khalisa mencari informasi di brosur itu. "Juara 1 500 ribu, juara 2 350 ribu, dan juara 3 150 ribu."

"Nah lumayan buat kebutuhan," sambung Helsa. Helsa membujuk Aiza, agar gadis itu mau mengikuti lomba.

"Iya juga sih. Kalau menang, bisa buat tabungan nanti," batin Aiza. Namun, ia sedikit ragu. Yang mengikuti lomba satu sekolah, banyak saingannya, apakah Aiza mampu?

Aiza menggeleng. Rasa khawatir itu, ia singkirkan jauh-jauh. Tidak ada salahnya mencoba, urusan menang atau kalah itu wajar, sebab sudah biasa dalam perlombaan.

"Aku akan ikut," putus Aiza. Aiza kini sangat bersemangat dan sungguh-sungguh.

Khalisa dan Helsa saling memandang. "Yes!"

"Ayo kita daftarkan Aiza sekarang juga!" ajak Helsa.

Aiza mencekal lengan kedua sahabatnya yang hendak sekali pergi. "Tunggu, temanya saja aku belum tahu."

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang