21. Kesayangan

14 2 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Gimana kabarnya sehat? Alhamdulillah kalau sehat, yang sakit semoga cepat sembuh ya. Aamiin 🤗

Vote, komen, dan share!


Selamat membaca!






***

Fokus belajar Aiza terganggu dengan kehadiran Fattah yang duduk di seberang kursi di dekat Aiza. Fattah melepaskan jaket hitamnya, melempar benda itu begitu saja. Fattah menekuk wajahnya lesu. Hari ini Fattah menjalani hari yang berat.

"Dari mana, Bang?" tanya Aiza. Aiza merapikan buku-buku tebal bersampul palstik bening, kemudian meletakkannya di samping meja.

"Itu ... dari warung depan," jawab Fattah dengan alibinya. Fattah tidak akan memberitahu Aiza, tentang dirinya yang sengaja menemui Akbar, memberi peringatan pada Akbar. Tidak masalah bukan, toh cuma sekali.

"Hm. Bang Fattah bohong ya?" Aiza curiga. "Dilihat dari mukanya, terlihat tidak menyakinkan."

Fattah yang bersandar menjadi duduk seutuhnya. "Beneran. Ngapain bohong, iya nggak."

Tawa Aiza meledak. "Haha, iya Bang Aiza percaya."

Fattah menghembuskan napas panjang. "Maaf, Za. Abang memang berbohong," ujar Fattah membatin.

"Eh, Bang Fattah. Kita diundang Nenek sama Kakek ke rumahnya. Mau syukuran atas hasil panen tahun ini," kata Aiza memberitahu.

"Kapan Za? Kamu tahu dari siapa?"

"Besok, hari yang pas, kebetulan libur juga. Dari Nenek langsung."

Fattah menganggukkan kepala. "Abang juga libur sih."

"Sip." Aiza mengangkat ibu jarinya. "Sekalian liburan, kita sudah lama nggak ke sana."

"Sehari doang Za, masa liburan?"

"Iya, Bang. Aiza bisa lakukan semua dalam sehari," ucap Aiza merasa dirinya sanggup. Aiza mengambil napas dalam-dalam. "Sekalian silaturahmi, jenguk Nenek Tara dan Kakek Jat, makan-makanan yang nggak ada di sini, berkebun, ngasih makan kambing, naik sepeda keliling kota, dan hal-hal lain yang tentunya menyenangkan."

Fattah melongo mendengar perkataan Aiza yang sangat panjang. Aiza mampu melakukan semua kegiatan itu, sedangkan Fattah merencanakan untuk istirahat di sana. Menikmati waktu luangnya dari hiruk pikuk kehidupan perkuliahan.

"Abang akui kamu memang tak kenal lelah, Za. Tapi ingat ya, nggak boleh merepotkan Nenek apalagi Kakek," peringat Fattah. Diingat Aiza sangat lengket dengan kakeknya, bukan nenek. Walau mereka sama-sama perempuan, tapi Aiza tidak sepenuhnya nyaman.

"Iya Bang Fattah. Abang kira aku kayak Anak kecil, sekarang beda!"

"Iya, oke kamu sudah besar."

***

Gadis berkerudung merah muda mondar-mandir ke sana ke mari tidak karuan. Zahira sengaja datang untuk menjemput Aiza dan Fattah. Namun, keduanya masih bersiap-siap. Aiza dan Fattah kompak bercermin di depan kaca masing-masing. Padahal jam masih menunjukkan pukul 07.00, tapi Zahira tidak sabar akan sampai ke sana.

Zahira galak jika ada seseorang yang menyia-nyiakan waktu yang terbuang sia-sia. Dia sangat disiplin waktu.

"Ayo cepetan Mbak!" ucapnya pada Aiza.

"Bentar, aku mau ambil tas di kamar sekalian pamit sama Rici. Kasihan dia sendirian."

Zahira menepuk jidatnya. "Ya Allah sempat-sempatnya pamit. Ini lagi,
BaTah ngapain sisiran lama banget dikira kita mau ke taman hiburan?"

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang