39. Kenyataan Menyakitkan

25 1 0
                                    

"Maaf sebelumnya, Pak. Kami dari pihak kepolisian hendak menangkap Ibu Wina untuk pemeriksaan, sebagai tersangka atas kasus kecelakaan yang menyebabkan korban meninggal dunia."

"Meninggal? Siapa itu Pak?" tanya Hadyan tidak sabar.

"Ibu Husna, Ulfairah Husna."

Deg

"Apa Bapak benar? Coba diperiksa lagi, Pak! Istri saya nggak mungkin berbuat seperti itu!" kukuh Hadyan, ia sangat percaya pada Wina.

"Benar, Pak. Melalui hasil laporan pada kasus ini, telah ditemukan bukti-bukti yang menyeret nama Ibu Wina sebagai dalang kasus ini. Mulanya kasus ini ditutup selama beberapa tahun, tapi kasus kembali dibuka setelah pihak kami menemukan bukti yang lain. Itu juga yang memperkuat kami datang ke sini," jelas polisi yang memiliki rambut klimis tersebut.

"Katanya murni kecelakaan tunggal, Pak. Bagaimana bisa terjadi, bisa dijelaskan Pak kronologinya?

"Begini, Pak. Ibu Wina telah merencanakan kecelakaan ini sebelumnya, dialah yang menabrak korban dari belakang. Ada saksi mata yang sengaja dibayar untuk tutup mulut. Namun, saksi mata tersebut tidak tahan menyimpan rahasia ini bertahun-tahun, dia datang untuk menjelaskan semuanya. Dia ingin hidup tenang di usia tua."

"Saya mengerti." Hadyan merasa sangat terpukul.

"WINA! WINA! KELUAR KAMU!"

Wina tersadar dari lamunannya. Mendengar namanya dipanggil Hadyan, ia segera melangkah keluar. "Ada apa, Mas? Berisik banget."

Detak jantung Wina berpacu cepat. Orang yang bersalah tentu akan takut jika polisi datang, apalagi tiba-tiba. Wina tersenyum mencoba menetralkan jantungnya agar tetap tenang. "Ada yang bisa dibantu, Pak? Kenapa ya?"

"Jangan pura-pura nggak tahu, Win! Jelaskan semuanya padaku dan polisi sekarang juga!"

"Kamu kenapa sih, Mas? Aku harus jelasin apa?" Wina semakin bingung.

"Jawab dengan jujur. Kamu sudah membunuh Husna, mantan Istriku? Kamu yang menyebabkan dia kecelakaan? Jawab!" marah Hadyan.

Wina terkekeh pelan. "Nggak mungkin, Mas. Kamu percaya begitu saja? Husna sahabatku mana mungkin aku tega melakukan itu."

"Kenyataannya kamu memang tega! Polisi sudah menjelaskan semuanya! kamu tidak bisa mengelak! Bukti pun sudah jelas kalau kamu yang melakukannya!"

Wina bertekuk lutut di hadapan Hadyan. Ia menjajarkan posisinya dengan Hadyan yang masih di kursi roda. "Maaf, Mas. Memang aku yang telah mencelakai Husna, dia berhak mendapatkan itu karena telah merebut semuanya termasuk kamu!"

Akhirnya Wina mengaku setelah menyembunyikan rahasia ini sendirian, kecuali saksi itu.

"Tapi kenapa kamu melakukan perbuatan keji itu pada perempuan yang aku sangat cintai. Bahkan kamu memisahkan dia dengan anak-anaknya, kejam sekali kamu! Seharusnya aku dari dulu sadar bahwa kamu perempuan licik!"

"Aku menyesal menikahi seorang pembunuh sepertimu! Tangkap dia sekarang, Pak!" perintah Hadyan.

Beberapa polisi itu segera menangkap Wina dengan paksa. Wina terus memberontak berusaha lepas, tetapi percuma saja tenaganya tidak cukup kuat.

"Mas! Maaf, maafkan aku!"

Maaf? Gampang sekali kata maaf terucap dari mulutnya, setelah apa yang Wina perbuat selama ini. Kata maaf tidak bisa mengembalikan nyawa seseorang. Hadyan memijat pelipisnya, masih tidak menyangka Wina yang berstatus istrinya menghilangkan nyawa istrinya dulu, Husna.

Maira yang baru pulang melihat kejadian tersebut, ia berlari kencang untuk menyusul Wina.

Maira juga berusaha menahan ibunya. "Pak tolong lepaskan Ibu saya! Dia tidak bersalah, pasti cuma salah paham. Iya kan, Bu?"

Terangkai Semu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang