Istirahat kedua kini sedang berlangsung. Para siswa-siswi berhamburan keluar kelas, kantin. Tempat yang biasa menjadi tujuan utama, mengisi perut untuk mereka yang masih lapar. Atau sekedar membeli minuman, makanan ringan, dan hal yang diperlukan.
Lain dengan Aiza, perempuan itu lebih senang menghabiskan waktu istirahat keduanya dengan cara mengingat kadang juga membaca pelajaran yang ia akan hadapi. Tapi kali ini, ia beserta ketiga sahabatnya duduk beralaskan tanah. Tidak kotor, sebab ada rumput-rumput kecil yang menjadi penghalang. Pohon palem di atas mereka pun ikut bergoyang layaknya sedang menari, mengikuti alunan suara angin.
Angin kali ini sepertinya mendukung rencana Aiza untuk mengadakan sharing tentang hikmah di balik kehidupan ini, berbagi cerita tentang hal yang dialami, hingga lelucon garing nan berfaedah menjadi pelengkapnya.
"Memang benar, semua akan mengalami masa berakhir dalam hidup. Ah, ada ide!" ucap Khalisa.
"Apa?" tanya Aiza, Helsa, dan Intan bersamaan.
Khalisa tersenyum penuh misteri. "Aku ada teka-teki, yang bisa jawab aku traktir makan besok."
"Beneran Lis?" tanya Intan curiga.
"Gratis kan? Kalau gratis aku mau menjawabnya," kata Aiza.
"Aku juga setuju." Helsa menimpali.
"Gratis, tidak ada pungutan biaya apa pun. Siap ya. Ikan tuna, tuna apa yang bikin baper?"
"Emang ada ya ikan begitu?" Helsa dibuat kebingungan.
"Ada! Sudah jawab sebisa kalian." Khalisa mulai menghitung angka dari 1 sampai 20, itulah batas waktu untuk menjawab.
"Tuna—s kena racun cinta?" jawab Aiza.
"Mungkin tuna netra, yang tidak bisa melihat karena dibutakan cinta?" Intan ikut menjawab.
"Ngawur semua!"
"Batas waktu sudah habis. Teng!" Nyerah?" tanya Khalisa cengengesan. Merasa dia telah berhasil membuat sahabatnya kebingungan.
"Nyerah," kata mereka bertiga.
"Tuna—ngan bersamamu!" seru Khalisa dengan lantang.
"Heh! Jomblo mau tunangan sama siapa ya?" Helsa menggelengkan kepala dengan jawaban nyeleneh dari Khalisa.
Aiza tertawa kecil. "Halu terus nih, Khalis."
"Khalisa mau tunangan sama ikan tuna kali, iya nggak Lis?" tanya Intan.
Khalisa cemberut, lalu berkata, "Aku masih normal Tan, dan memangnya kenapa kalau jomblo ditambah halu. Enak ya."
"Pikiranmu kotor Lis!" ujar Intan.
"Iya nih Khalis, harus cepat-cepat istighfar!" saran Aiza.
Khalisa menepuk jidatnya. "Eh ... astagfirullahalazim."
"Assalamu'alaikum, maaf mengganggu."
Cowok bertubuh tinggi itu nampak sedang mencari seseorang. Dia tiba-tiba datang menemui empat gadis yang sedang bercanda ria.Aiza menoleh ke arahnya. "Wa'alaikumussalam. Deg!"
"Astaghfirullah, aku sudah melihatnya tiga kali dalam sehari. Kek minum obat saja!"
"Wa'alaikumussalam, ada apa ya?" tanya Khalisa.
"Yang namanya Aiza? Dipanggil Pak Yahya," tuturnya.
Aiza mengerutkan keningnya, perasaan dirinya tidak ada janji ataupun urusan dengan guru itu. Mengapa ia dipanggil? "Iya, ada apa?"
Cowok yang ternyata Sidqi itu menggeleng. "Tidak tahu beliau cuma memerintahkan saya untuk memanggilmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terangkai Semu (End)
Spiritual"Berikan senyuman terindahmu pada orang yang kamu sayangi, walau itu sangat menyakitkan." Begitulah pesan Husna, ibu Aiza sebelum beliau wafat. Hari-hari yang selalu diiringi canda tawa telah pupus sebelum masanya. Aiza selalu mengingat pesan itu...