"Lebih baik mengetahui sekarang daripada nanti yang mungkin berakhir mengenaskan. Sakit, tapi itulah fakta yang harus diterima."
-Aiza Putri Jauharah-
***
Tidak fokus membuat Aiza hampir menabrak pintu yang tiba-tiba dibuka dari dalam kelas. Aiza ngos-ngosan setelah berlari, ia menghentikan langkah. Tali sepatu ikut lepas dari ikatannya, Aiza berjongkok untuk mengikatnya kembali.
"Eh maaf, Za. Gue kira nggak ada orang." Dia ternyata Lingga. Orang yang selama ini tidak terpengaruh Akbar, meski Akbar selalu menjelekkan Aiza di depan teman-temannya. Lingga orang baik.
"Lo gapapa kan, nggak ada yang terluka?" tanya Lingga memastikan.
"Iya, Ngga. Aku baik-baik saja," balas Aiza. Sedikit saja Aiza tidak menghindar dia pasti akan terluka terbentur pintu kayu yang keras.
"Beneran?
Aiza mengangguk mantap. "Beneran. Hm, aku masuk dulu ya."
"Silakan, Za." Lingga keluar menjauh dari arah pintu.
Aiza menghampiri Khalisa dan Helsa yang duduk bersebelahan. Di mana Intan? Mengapa gadis itu tidak ada di dalam kelas? Aiza mengamati sekeliling ruangan, tapi tidak ada keberadaan Intan.
"Hei, cari apa, Za?" tanya Helsa. Helsa mengikuti arah pandang Aiza, Aiza melirik tempat duduknya.
"Aiza kenapa? Ada masalah?" tanya Khalisa.
"Kalian lihat Intan?"
Helsa menggeleng. "Nggak tuh, iya nggak, Lis?"
"Iya, Za." Khalisa penasaran dengan Aiza yang tiba-tiba mencari Intan, padahal Intan sedang menjaga jarak agar tidak bertemu. "Memangnya Intan kenapa, Za?"
"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan, ini menyangkut Intan." Aiza hanya ingin berbicara berdua dengan Intan. Aiza tidak mau menyakiti hati Intan, bila semua orang tahu.
"Apa itu?"
"Iya, Za. Apa itu cerita dong," ujar Helsa yang juga penasaran.
"Nggak bisa sekarang, maaf, Khalis, Helsa."
"Kalau gitu aku pergi dulu," pamit Aiza.
"Mau ketemu Intan?" tanya Khalisa dan Helsa bersamaan, mereka menduga hal yang sama.
Aiza mengangguk. "Iya."
Aiza pergi meninggalkan Khalisa dan Helsa yang saling beradu pandang. Mereka berdua bingung sekaligus penasaran tentang apa yang terjadi antara Aiza dan Intan.
Ide cemerlang muncul tiba-tiba di benak Helsa. "Aku punya ide! Ayo kita ikuti mereka."
"Emangnya gapapa, Hel? Nggak enak kali," ucap Khalisa.
"Kalau mau tahu ya kita harus melihatnya secara langsung. Kamu nggak penasaran?"
"Penasaran sih," jujur Khalisa. Khalisa waswas dengan Aiza, takutnya ada masalah serius sehingga ia tidak diberitahu.
"Nah itu tahu. Ayo, cepat!" Helsa menggandeng lengan Khalisa buru-buru. Helsa tidak mau ketinggalan jejak dari Aiza.
Intan tersentak kaget saat Aiza duduk di depannya. Intan memesan bakso di kantin, dia datang sendirian. Es teh di gelas setengah tumpah karena tidak sengaja ia menyenggolnya.
"Gara-gara kamu, Za. Tumpah kan jadinya!" Aiza menggeleng lemah sebagai respon, dirinya tidak bermaksud untuk mengejutkan Intan.
"Selalu saja. Kamu tuh biang masalah tahu nggak!" kesal Intan. Mood Intan yang kurang baik semakin menjadi-jadi, padahal salah dia sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terangkai Semu (End)
Spiritual"Berikan senyuman terindahmu pada orang yang kamu sayangi, walau itu sangat menyakitkan." Begitulah pesan Husna, ibu Aiza sebelum beliau wafat. Hari-hari yang selalu diiringi canda tawa telah pupus sebelum masanya. Aiza selalu mengingat pesan itu...