Part 33

71 18 2
                                    

Happy Reading😇

Empat jam perjalanan dari Sumedang ke Kuningan mobil yang dikendarai oleh Agung, Zein dan Miftah. Sejak tadi sampai ke kampung halamannya pun Miftah hanya diam saja berbicara pun hanya seperlunya saja.

"Ngga usah dipikirin, lebih baik kamu berdo'a aja," ucap Zein yang sedang duduk di kursi rotan sembari bermain game online di ponselnya.

"Iyaa. Miftah mau tidur jangan pada berisik ya!" jawab Miftah sembari mengangkat tas besarnya ke dalam kamar.

"Mau aku bantuin, bawanya?" tanya Agung yang melihat Miftah mengangkat tas yang beratnya tak sebanding dengan badannya itu.

"Ngga usah!" kata Miftah singkat.

......................

"Asalamualaikum," ucap Misbach yang baru saja datang dari sawah dengan istri barunya itu.

"Waalaikumsalam," jawab mereka semua yang ada didalam rumah.

"Cieeee, ada pengantin baru nih," ledek Agung kepada Misbach dan Arum istrinya Misbach itu.

"Berisik bocah!"

"Yeah, gue udah bukan bocah lagi ya!"

"Iyaa yang udah dewasa badannya doang otaknya mah ngga."

"Wahh, ngajak bertubruk kau ya!"

"Kalian bisa diem kan? Nggak malu tuh kalian jadi tontonan sama orang yang lagi masak buat nanti sedekah?" tanya Zein yang sudah sangat pusing mendengar perdebatan yang nggak ada faedahnya itu.

"Umma mana? Katanya ikut, tapi kok nggak ada makhluk nya?" tanya Misbach.

"Di kamar bunda," jawab Zein

Misbach langsung melangkahkan kakinya ke kamar sang bunda, yang terletak di bagian belakang.

Tok ... Tok ... Tokkk....

Misbach membuka pintu kamar bundanya yang menampilkan kedua wanita yang sangat dia sayangi itu sedang tertidur lelap sembari berpelukan, tidak enak membangunkan mereka berdua itu lantas Misbach menutup kembali pintu kamar.

"Kenapa balik lagi lo?" tanya Agung yang sedang menggelegar karpet untuk acara nanti sesudah sholat ashar.

"Lagi pada tidur, gue mau mandi badan udah pada gatel nih," kata Misbach yang langsung melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

"Iyaa cepatan mandinya, abis itu anterin wa Eni ke Cihirup!!" teriak Zein yang tidak tahu kedengeran oleh Misbach atau tidak karena disini sangat berisik oleh orang-orang yang sedang membantu acara selamatan nanti.

..................

"Umma?"
Miftah menoleh kebelakang dan mendapati Ica yang sedang tersenyum bahagia kepadanya itu.

"Icanya Umma!!!" teriak Miftah sembari sedikit berlari dan langsung memeluk Ica dengan sangat erat.

"Kangen ya sama aku?"

"Ngga kangen, cuman rindu doang kok."

"Sama aja artinya mah."

"Bedaaa!!! Ehh, ngomong-ngomong kamu beneran di khitbah sama Raka?"

"Begitulah."

Miftah mengajak Ica masuk kedalam kamarnya yang selalu di pakai oleh mereka bertiga untuk bergibah dan padangan makan atau makan bareng, tapi itu hanyalah akan menjadi kenangan indah yang tidak akan pernah dilupakan karena mereka sudah mempunyai jalan hidupnya masing-masing seperti Ica yang sudah menjadi Bidan, Raka yang sudah mendapatkan gelar Hafidznya itu dan Miftah yang sebentar lagi akan mengucapkan sumpah dokternya.

Ketika Semesta BerucapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang