Part 1

352 88 236
                                    

"Tak perlu berkecil hati. Rindumu akan sampai kepada siapapun yang selalu kamu do'akan."

*****

Menatap lembayung senja yang
menghiasi langit. Semburat
kuningnya tampak bagus di lensa.
Semilir angin sore berhembus,
menerbangkan kelepak dedaunan.
memberikan alunan nada indah
terdengar di telinga.

Seorang wanita sedang asyik
menatap langit senja. Senja mengingatkan nya seseorang
yangpernah ada di masa lalunya.

"Rindu usilnya kamu," gumam
gadis itu sembari menatap
senja.

"Umma di cariin juga."
Panggilan itu mengagetkan.
Membuat dia akhirnya tersadar
dari lamunannya dan kini
menatap kesal ke arah pria
yang memanggilnya.

"Gangguin aja si kak Misbah ini, udah
tahu Umma lagi gak boleh di ganggu."

Mengerucut bibir dan menatap
kesal sosok pria yang kini melangkah
ke arahnya. Pria yang hampir
mirip dengannya itu.

Yang membedakannya hanyalah
poster tubuhnya yang tinggi
menjulang itulah sebagai
perbedaannya.

Sebuah tangan terulur ke pipinya
dan mencubit dengan gemas,
membuatnya mengaduh.

"Apaansi kak, kebiasaan deh. Pipi
Umma sakit tahu kak. Di jamin
pipi Umma udah kayak bakpao
ini mah." Gerutuan itu di sambut
gelak tawa dari sang pria.

"Tetep aja kalau lihat kamu
bawaanya pengen cubit kenceng.
Uhhh gemess."

Cubitan itu membuat wanita
yang di panggil Umma semakin
memberungut. Yang malah
menampakkan semburat merah
di pipinya yang putih itu.

"Ngeledek aja terus kak. Nanti
Umma do'ain kak gak dapet jodoh."

"Nggak boleh gitu dong," ucap pria
itu sembari tersenyum dan
merangkul bahu Umma. Dua kakak
beradik yang memang selalu
bertengkar tapi kasih sayang mereka
terpancar begitu jelas.

Allahuakbar..... Allahuakbar

"Ayo! Sholat berjamaah yuk.
udah adzan maghrib."

Akhirnya mereka masuk ke dalam
rumah dan mereka berdua
di sambut oleh bunda mereka
yang baru saja keluar dari dapur.

Misbah langsung melepaskan
rangkulannya dan kini melangkah
ke arah tempat shalat yang berada
diruang tengah.

Umma sendiri segera mengambil
air wudhu dan membawa mukena
ke tempat shalat.

Suara asing yang sedang
mengumandangkan iqamah.
membuatnya tertegun.

"Umma, cepetan."

Bundanya sudah memanggilnya
saat dia mencoba mencari tahu
suara siapa itu. Biasanya ayahnya
atau kakaknya lah yang selalu
mengumandangkan Adzan dan Iqamah. Tapi saat ini ada sosok pria lain yang berdiri memunggunginya. Memakai baju putih dan sarung yang juga tak dikenalnya. Berdiri di depan sendiri. Umma tidak sempat menatap lebih lama karena mereka segera melaksanakan sholat.

✧・゚: *✧・゚:*

Selesai sholat Umma sudah akan
bertanya kepada bundanya, tapi
sang bunda sudah menyuruhnya
untuk membantu di dapur.

"Kamu panasin ketupat sayurnya.
Bunda mau buatin teh."

Umma menurut dan segera
melaksanakan perintah bundanya.

"Emang siapa sih bun tamunya?
Penting banget gitu?"

Pertanyaan itu membuat sang bunda tersenyum saat menyeduh
teh di cangkir.

"Temen Misbah ...."

Jawaban sang bunda membuat
Umma mengernyit.

"Temenya Kak Misbah kan banyak bun. Nah kalau yang ini kaya spesial banget gitu."

Umma mulai me melongokkan kepalanya ke arah pintu dapur. Siapa tahu dia bisa melihat sosok yang sejak tadi membuat nya penasaran.

"Nanti kan tahu sendiri. Udah
sekarang bawa ketupat sayurnya
sama mangkuknya ke ruang makan.
Kita akan malam."

Umma hanya menganggukkan kepala
dengan patuh. Dia juga ingin
cepet-cepet melihat siapa yang
bertamu ke rumah mereka.

Suara gelak tawa membuat langkah
Umma sedikit tersendat. Panci panas yang berisi ketupat sayur di tanganya
membuatnya sedikit meringis.

Tirai penghalang antara ruang makan
dan dapur akhirnya tersingkap saat
bunda membukanya. Umma perlahan
mengikuti langkah bundanya. Saat
itulah dia melihat sosok pria lagi.
Tinggi, bahu tegap, sedang duduk memunggunginya.

"Umma cepetan ... Keburu lapar ini,"
celetukan kakanya membuat Umma
memberengut. Dan saat itu lah pria
berbalik ke arahnya. Membuat mulut Umma ternganga.

"Hallo Miftahul Jannah ..."

Umma meletakkan panci dan mangkuknya di atas meja makan.
Tapi matanya masih tetap menatap
pria yang kini tengah tersenyum dan
menyapa nya itu.

"Umma ... Kamu kenapa bengong? Kamu lupa sama Zein?"

Celetukan sang ayah disebelahnya
membuat Umma menggeleng.

Dia Zein, temennya Kak Agung ....

"Kak Zein! Kak Agung suka
nyiumin aku ... Umma kesel jadinya
pipi Umma basah!!"

"Gapapa. Tanda dia sayang kamu."

"Tapi Umma nggak suka!!"

"Umma ... Jangan begitu bikin gemesin tahu itu pipinya deh ...."

"Kak Agung jahatttt!!"

"Oiii ... Umma ada cicak di kerudung kamu!!!"

Heboh Misbah yang membuat Umma
berteriak sekencengnya.

"Bundaaa!!! Cepetan ambilin
cicaknya!" teriak Umma sembari bergoyang-goyang kepala nya ke kanan dan kiri.

"Nggak ada apa-apa nya. Udah diem jangan teriak-teriak udah malam."

"Maaf bun. Gara-gara kak Misbah."

"Makanya jangan bengong mulu!!"

Sang bunda sedang menghidangkan
hasil masakannya kepada mereka.

"Kak Agungnya mana?" tanya Umma
dengan pelan.

Kali ini pria itu yang bernama Zein
menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Dia ninggalin Umma?!"
gumamnya tapi masih tetap didengar oleh Misbah.

"Udah nanti lagi ngobrol nya sekarang
kita makan dulu ya!" perintah bunda.

*******

Asalamualaikum shalihah! 😇💜

Ini cerita pertamaku dengan genre
Spritual. I hope you like this guys😊

14 November 2020

Ketika Semesta BerucapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang