Happy Reading😇
Empat hari telah berlalu. Dan selama itu Zein tidak pulang ke rumahnya dirinya lebih memilih menginap di kosan Agung.
Di dalam kamarnya Miftah mondar-mandir sembari menempelkan ponselnya disamping telinga. Ini ketiga puluh Miftah menelepon Zein. Pesan yang dikirim oleh Miftah pun tidak di balas olehnya.Kepala Miftah pening memikirkan Zein. Kemana perginya kak Zein? Kenapa dia ngga nelpon keluarganya gitu, malah bikin Miftah pusing. Iya, sedari-tadi orang tua Zein menghubungi Miftah.
Bunyi ketukan pintu dari kamarnya lantas membuat Miftah menoleh ke belakang. "Siapa?"
Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamarnya. "Zein masih belum bisa dihubungi?"
"Belum Bunda," jawab Miftah dengan lesu.
"Bunda minta bantuan sama Misbach juga, tapi sama ngga bisa dihubungi ponselnya."
"Terus Umma harus ngomong apa sama orang tuanya?"
Bunda mendekat dan mengelus-ngelus kepala Umma yang di baluti oleh kerudung. "Sudah biar bunda aja, kamu makan malam dulu sana!"
"Baik Bun," jawabnya dengan lesu.
Setelah makan malamnya Umma bangkit dari tempat duduknya. Matanya menatap notif pesan dari Zahra yang memintanya untuk ke rumahnya, dan Umma langsung mencari ayahnya untuk meminta izin.
"Ayah! Umma mau ke rumah Zahra, ayah bisa anterin Umma, ndak?" tanya Umma sembari duduk di samping ayahnya
"Sebentar ayah habiskan rokok sama kopi nya ya? Kamu jangan dekat-dekat ayah, ngga baik deket orang yang ngerokok!" perintahnya kepada Umma sembari tersenyum.
...................
Umma berjalan dan mengetuk pintu rumah Zahra, ayahnya menunggu di depan gerbang rumah Zahra.
Tok
Tok
"Asalamualaikum, pakettt!!" teriak Umma sembari mengetuk-ngetuk pintu dengan keras.
Zahra membuka pintu rumahnya kalau dirinya tidak membuka cepat-cepat bisa-bisa pintunya copot bukan rusak lagi.
"Walaikumsalam. Berisik banget ya, malu tau sama tetangga gue," jawab Zahra sembari menampilkan wajahnya kesalnya.
"Maaf aku ini terlalu bersemangat." Umma terkekeh dan menepuk-nepuk bahu Zahra.
"Sakit Miftahul!! Gue manusia hidup bukan benda mati. Jadi kau pukul tembok aja sana!"
"Jangan marah nanti cepet tua."
"Ihhh sabar banget, punya sahabat kayak lo! Kurang apa coba gue ini?"
"Kurang gendut tuh!"
"Serah lo dah, gue mau bilang tunangan gue seminggu lagi. Bantuin gue cari baju buat seragam buat keluarga nya kak Bima sama gue dong," ucap Zahra sembari duduk dibangku ruang tamu.
"Mending pas pernikahan aja, kalau tunangan pake baju bebas gimana?"
"Gue juga mau nya begitu tapi bapaknya kak Bima ngga mau. Bapaknya dia kan kuwu disini jadinya harus waw gitu dah "
"Seragamnya kutu baru aja gimana?"
"Tunangan sama pernikahan nya juga? "
"Iyaa biar nggak ribet bgitu, terus orang tua lo pada kemana?"
"Oke, orang tua gue lagi keluar ngga tau kemana deh."
"Zaki di ajak ngga? Kalau nggak aku pengen ketemu sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Semesta Berucap
Spiritual[ ROMANCE~ SPRITUAL~CHICKLIT] ***** Miftahul, seorang gadis yang terbiasa bersikap sesukanya, kalau kata anak muda sekarang mah bar-bar. Memiliki teman sesosok lelaki idaman yaitu teman masa kecilnya yang bahkan tidak dia sadari kehadiran nya. Ketik...