Part 4

177 57 25
                                    

Happy Reading😊

1 jam 46 menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai ditempat tujuan mereka.

"Abang pesen dulu tiket masuk ya," ucap Misbah sembari membuka pintu mobil dan berjalan menuju loket.

"Kakak cepetan dong, Umma pengen
cepet-cepet foto-foto nih." rutuk Umma.

"Sabar. Masih antri tuh! Inget orang sabar disayang Tuhan," ucap Zein yang sedang sibuk memotret pemandangan alam yang ada disana.

"Iyahh maaf."

"Umma nengok dong."

Cekrek

"Kak Zein kenapa foto Umma?"

"Gapapa. Udah ayok, bang Misbah
sebentar lagi tuh."

Zein, Misbah dan Miftahul sedang
asik menikmati keindahan alam sungguh membuat semuanya yang menyaksikan akan merasakan tenang.

"Kak Umma mau di foto di sarang burung itu," ucap Umma sembari memberikan handphone nya.

Cekrek

"Ish, kok foto nya jelek si," ucap Umma yang merasa kesal hasil foto yang diberikan oleh Misbah tidak bagus.

"Kamu baru nyadar dek? Kamu itu
kan jelek, tembem, sok imut lagi," ledek Misbah sembari mencubit pipi tembem milik Umma.

"Ish, orang aku cantik juga sirik aja
jadi orang."

"Nggak usah marah-marah deh. Nanti
cepet tua."

"Terserah Umma dong."

..............


"Umma ... ayo buruan! Udah
mau masuk ini!" teriak Ica dari
luar kamarnya.

"Iyaa ini aku udah Ca," jawab
Umma sembari membuka
pintu kamarnya.

"Ayoo cepetan ih."

"Bunda Umma berangkat dulu.
Asalamualaikum," ucap Umma
sembari menyalami lalu berlari
kearah pintu keluar dengan cepat.

"Hati-hati kalian semua," jawab bunda.

Setelah mereka berlari dari rumah ke sekolahnya, Umma dan Ica bergegas
menuju kelas XII IPA 1. Sambil terus
melihat jam tangan yang melingkar ditangan kirinya. Ia berharap belum
ada guru yang mengajar di kelasnya.

Dan akhirnya ia sampai di
depan kelas dengan keadaan
wajahnya yang penuh dengan keringat. Ia melihat ke arah meja guru.

"Ngga ada Pak Udin nih," ucap Umma sembari menghela napas.

"Alhamdulillah," jawab Ica.

Baru ingin membuka pintu kelasnya,
terdengar suara laki-laki menginterupsi memecah keheningan. "Siapa yang menyuruh kalian masuk?"

Umma dan Ica menoleh. Ternyata
ada seorang lelaki sedang duduk di bangku belakang yang kosong. Ahhh ...Lebih tepatnya ini bangku milik Umma dan Ica. "Ehh ... Maa ... Maaf Ustadz," ucap Umma sembari menunduk.

"Kalian berdua emang ini sekolah milik orang tua kamu? Punya hak kamu dengan seenak jidat kalian masuk ke dalam kelas orang. Apa kalian ngga pernah di ajarin sopan santun sama orang tua kalian begitu?" ucap laki-laki itu sembari melangkah ke depan.

Umma hanya bisa menunduk saat
Gus Ali berbicara seperti itu, bukannya marah. Tapi justru hati Umma merasa seperti ditusuk oleh ribuan belati.
Ia tak pernah dibentak oleh keluarganya sendiri dan tak pernah ada orang yang berbicara sekasar itu kepadanya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan air matanya yang ingin membasahi wajahnya. Ia tak ingin dilihat oleh Gus Ali dan teman-teman sekelasnya..

" Ustadz siga kitu? Teu kabayang lamun engges jadi presiden," batin Umma.

( "Ustadz kayak begitu? Ngga kebayang kalau dia jadi presiden,"batin Umma.)

"Kalian berdua sapuin kelas ini sampai bersih!! Kalau ngga bersih hukuman kalian saya tambah," ucap Gus Ali dengan dingin.

"Yang lain fokus ke pelajaran saya sekarang!! Jangan contoh dua anak perempuan itu. Percuma kamu Miftahul dan Ica memakai kerudung yang panjang namun sopan santunnya tidak ada sama sekali."

"Maaf Ustadz," ucap Ica pelan yang sedang mengalap air matanya menggunakan tangan kanannya.

5 menit Umma dan Ica selesai mengerjakan hukuman menyapu
dalam kelasnya.

"Ustadz saya dan Umma sudah mengerjakan hukumannya." Ica masih dengan menggunakan embel-embel Ustadz. Gus Ali pun hanya menganggukkan kepalanya dikarenakan sedang fokus menulis di whiteboard.

"Yasudah, terimakasih sudah melaksanakan hukuman kalian. Lain kali jangan sampai terlambat lagi!!"

"Muhun Gus," ucap mereka berdua dengan serempak. Langsung mereka berdua tersenyum bahagia dan langsung ngacir ke tempat duduk mereka berdua.

Baru sampai meja pertama sudah
terdengar suara Gus Ali terdengar seperti menginterupsi mereka berdua lagi. "Siapa yang menyuruh kalian duduk?" Umma dan Ica membalikkan badan menghadap Gus Ali.

02 Desember 2020

Ketika Semesta BerucapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang