101. Menerka

74 30 14
                                    

Author tunggu komen kalian di setiap paragraf.

Tim vote absen dolo!

Happy reading love!
****

"Tunggu!!!"

Tangan hakim berhenti seketika. Semua mata mengarah pada sumber suara. Begitu pula dengan Ara yang membuka matanya langsung menoleh ke belakang.

Ara terperangah, begitu pula dengan semua yang hadir di situ. Angin berhembus meretas keheningan yang tiba-tiba tercipta. Semesta tidak main-main kali ini.

"Abang...?" cicit Ara dengan bibir bergetar.

Ya, itu suara Bryan, bukan suara El. Sedangkan El kembali duduk di tempatnya dengan dada yang terus bergemuruh menatap ketiga sahabatnya yang datang bersama Bryan dengan  penuh luka, entah apa yang membuat mereka seperti itu.

Bryan yang kini sudah berdiri tegak mengabaikan darah dari pelipis kanannya yang mengecap. Tangannya yang terlihat luka-luka menggendong sebelah rangselnya. Tak lupa dengan ketiga sahabat El yang tak luput dari beberapa luka meski tak separah Bryan.

Mereka berjalan dengan berani membelah dua deret kursi pengunjung. Ara menutup mulutnya menahan isakan melihat abangnya yang terluka parah, namun masih terlihat kuat. Entah kesulitan apa yang mereka lalui demi Ara.

Flasback on
"Cepetan naik woy, nanti kita telat!" titah Bryan yang sudah duduk di kemudi mobil.

Satria, Vano, Reyhan segera naik ke dalam mobil.

"Udah lengkap semua berkasnya? Barang-barangnya udah lengkap juga?" tanya Bryan.

"Udah lengkap, bang!" jawab Satria.

Bryan melempar rangsel besarnya ke belakang, "Taro berkas sama barang yang kalian pegang ke dalam tas gue biar gak misah," titiah Bryan. Ketiganya pun patuh melaksanakan.

Bryan mulai mengegas mobilnya secepat mungkin karena sepuluh menit lagi sidang akan dimulai. Ia sungguh menyesal karena semua berkas dan barang bukti baru bisa terkumpul hari ini di waktu yang sangat mepet ini.

Bryan menyetir seperti orang kesetanan. Ia selalu menyalip kendaraan-kendaraan lain. Hingga saat Bryan menyalip truk besar, ada mobil pick up yang juga menyalip dari arah berlawanan.

"Bang, awas!!!" Teriak semuanya.

Bryan membelokkan setirnya langsung ke sebelah kanan, menghindari mobil pick up tadi.

"Bang mau mati lo yah! Gimana kita bisa nyelamatin Ara." tukas Satria.

"Tau tuh, gue belum jadian kali sama Rani," timpal Reyhan.

"Diem lo!" balas Vano ikut kesal.

"Sory, gue panik," ucap Bryan kembali menyetir dengan baik.

Tiba-tiba ponsel Vano bergetar. "Pegang nih, gue mau angkat telpon," Vano menyerahkan rangsel Bryan pada Reyhan.

"Halo?"

"..."

"Woy yang bener lo!" tiba-tiba Vano mengegas.

"..."

"Cepet kirim alamatnya!"

Tut!

Sambungan terputus.

"Bang kita ke alamat ini. gawat! Lo baca coba!" ujar Vano menunjukkan layar ponselnya.

Bryan mebelalakkan matanya, "Gak boleh dibiarin ini. Kita harus ke sana!" ucap Bryan memutar balik mobilnya.

Long Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang