71. Aneh

88 27 22
                                    

Happy reading❤

Para anggota paskib sudah tinggal beberapa kilometer lagi sampai di tempat tujuan. Mereka berhenti di salah satu pom bensin karena ada beberapa yang ingin mengisi bensin. Vano, Reyhan, dan Satria yang sudah mengisi penuh motornya tak perlu mengisi bensin lagi. Mereka bertiga hanya menunggu anggota yang lain selesai mengisi bensin.

"Rey, kira-kira El mau kemana tadi?" tanya Satria pada Reyhan yang baru saja membuka kaca helm fullfacenya.

"Gak tau gue, aneh banget dia. lo tahu gak, Van?" Reyhan beralih bertanya pada Vano yang sudah mendongkrak motornya di sebelah Satria. Vano hanya menggeleng dan mengambil ponselnya di saku jaketnya.

"Udah ada Via, masih aja sok main ponsel. Emang lo chat sama cewek yang mana lagi sih, Van?" kompor Reyhan yang diabaikan. Vano hanya memutar matanya malas.

"Gue hubungin Ara aja apa yaa?" Rani mulai merogoh ponselnya di dalam rangselnya.

"Gak diangkat nih," ujar Rani menunjukkan layar ponselnya yang menggambarkan panggilan yang tak kunjung diangkat. Siska dan Via melihat layar ponsel dari bonjengan lelakinya sambil mengangguk-ngangguk saja.

"Kemana sih mereka berdua, gak ada briping dulu kek biar kita gak khawatir," dengkus Reyhan.

"Elah briping briping apaan, briefing oi. Sok inggris ketek kuda," koreksi Satria. Reyhan hanya mencibirnya saja, nyenyenyee.

"Kita pindah tempat. Gajadi ke bukit, ke Ranca Upas ajah," putus Vano tiba-tiba. Sontak teman-temannya menyoroti Vano dengan pandangan penuh tanya.

"Apasih liatin gue gitu. Lo juga, Rey. mau gue colok matanya?" tukas Vano yang risih dilihat seperti itu.

"Yakali, Van. Kita kan udah sepakat mau ke bukit, kok tiba-tiba ke Ranca Upas. Mana belom bilang sama pak ketu lagi, ngamuk nanti dia kalau kita ganti rencana tiba-tiba." tolak Reyhan mentah-mentah.

"Ada apa sih, Van?" tanya Via yang juga ikut bingung.

"Kalau ke bukit, kita perlu ngedaki dulu bentar. Apalagi sekarang lagi musim hujan, kalau tiba-tiba hujan kan bahaya." Seluruh teman-temannya yang sudah mengisi bensin telah berkumpul dan mendengarkan penjelasan Vano. Mereka pun mengangguk paham.

"Ditambah lagi, gue baru dapat kabar di sana itu gak boleh bakar-bakar. Polusi, kan sayang udah bawa bahan-bahannya," lanjut Vano meyakinkan anggotanya. Semuanya mengiyakan, tanda setuju, kecuali Reyhan yang hendak menyangga. Sepupu yang selalu tak setujuan.

"Mana ada polisi di bukit sih, Van? Terus kalau ada polisi emang apa hubungannya sama bahan yang kita bawa? emang polisi mau nyita? yakali kekurangan uang banget nyita makanan kita." Mendengar argumen Reyhan yang tak berbobot, Rani pun menutup wajahnya, ikut malu. sabar sistt, emang gitu. Teman-temannya hanya bisa geleng-geleng kepala dan tertawa.

Plaakkk! satu geplakan mendarat mulus di kepala belakang Reyhan yang untungnya masih menggunakan helmnya.

"Polisi polisi your head! Polusi you know? Pencemaran Udara. Punya telinga gak ada lubang," tukas Satria sang pengigat yang baik dan bijaksana.

"Serah lo dah, Rey." sahut Vano tak habis pikir. Sepupu siapa coba.

Vano memberikan uang seribu pada Reyhan, "Nih beli katembat. jangan malu-maluin keluarga besar Smith, saudara Reyhan Leecard Smith!" Ledek Vano. Reyhan mengambil uang seribu itu dan ia masukkan ke dalam celananya dengan wajah masam.

"Sory ya sodara-sodara yang bukan sodara! Gue bukan conge'an cuma salah denger karena gue masih pakai helm, helm gue kan mahal," kilah Reyhan sambil menatap Vano tajam. Boleh juga ngelesnya mas.

Long Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang