35 : A Sudden Hug

256 54 12
                                    


"Ohh jadi gitu..." Junlin manggut-manggut setelah mendengar cerita dari Xinyu. Dia menyeruput milk tea bobanya sambil mikirin cerita tentang Xida yang diceritakan oleh Xinyu.

Beda dengan Junlin yang menyahut, 12 laki-laki lainnya cuma diem dengan pikiran masing-masing. Sedangkan Xinyu yang udah cerita dari A sampai Z pun meminum habis milk tea matcha nya.

"Pantesan aja Xida jadi pendiem gitu." Sahut Tianze.

"Iya, gue kalo jadi dia juga bakal auto jadi diem sih. Gak mood lagi bercanda sama temen." Balas Ziyi setuju.

"Ya gitu deh, gue sekarang lagi mikir gimana caranya bantu Xida. Setidaknya bantu dia buat semangat lagi." Kata Xinyu yang disetujui sama yang lain.

Ngomong-ngomong, ketiga belas sekawan ini lagi nongkrong di taman belakang sekolah yang sepi. Cuaca juga lagi mendung, membuat mereka gak perlu kepanasan duduk di pinggir danau. Xinyu mengajak mereka semua ngumpul untuk menceritakan tentang Xida ke mereka semua sambil minum boba yang dipesan online sama Junlin. Gak kok, gak dibayarin. Junlin mah mana mau traktir boba buat semua temennya, kalo sama Xinyu sih dia mau-mau aja. Pilih kasih emang.

"Terus kita harus gimana dong?" Tanya Yaowen.

"Ya gatau, lo pada ada ide gak?" Tanya Junlin balik.

"Gak ada. Masalah Xida terlalu berat sih, kita gak bisa nolong banyak. Buat hibur Xida pun susah, karena dia lagi kehilangan keluarganya." Balas Xinyu yang langsung membuat semuanya terdiam.

Mereka semua larut dalam pikiran masing-masing memikirkan jalan keluar dari masalah Xida ini.

•••

1 bulan selanjutnya, Xida masih sama seperti biasanya. Tidak semangat, cenderung menghindar dari teman-temannya, bahkan dia banyak menghabiskan waktu senggang dengan tidur. Hal ini membuat teman-temannya semakin khawatir karena masalah keluarga Xida belum juga kunjung selesai. Papanya masih ditahan di penjara, Mama dan Kakak laki-lakinya sibuk mencari bukti untuk mengeluarkan Papa mereka dari sel tahanan.

Salah satunya saat siang ini, saat Xida dan Tianze tengah piket kelas. Semua teman-teman selain Xinyu, Xida, dan Tianze sudah pulang ke rumah masing-masing. Xinyu masih tinggal di kelas karena sebagai ketua kelas dia harus mengawasi piket sebelum pulang. Makanya dia harus nungguin Xida dan Tianze sampai keduanya selesai piket.

Tianze tengah menyapu kelas sambil terus melirik Xida yang tengah menghapus papan tulis. Biasanya dia sama Xida bakal ngobrol-ngobrol atau bahkan gibah bareng. Tapi kali ini bener-bener sunyi. Xinyu yang lagi ngerjain tugas juga melirik mereka berdua bergantian.

"Xinyu, Xida, gue udah selesai nyapu. Gue duluan, ya?" Tanya Tianze sambil menghampiri Xinyu.

"Iya. Hati-hati, Zo."

"Sipp!"

Sisalah Xida dan Xinyu di kelas. Xinyu yang masih mengerjakan tugasnya tengah melihat Xida yang sekarang udah ganti tugas rapihin meja dan kursi. Sesekali Xinyu melirik Xida yang masih fokus ngerjain tugasnya dengan mulut tertutup.







"Xinyu."

"Iya, Xida? Udah siap?"

Xida mengangguk.

"Oke. Bentar." Xinyu langsung membereskan buku-bukunya agar dia bisa keluar sekolah bersama Xida. Setelah selesai, keduanya pun berjalan beriringan keluar kelas.

Xinyu dan Xida berjalan beriringan di koridor menuju pintu masuk gedung. Tidak ada yang membuka percakapan, keduanya sama-sama membungkam. Ada Xida yang masih setia melamun, dan ada Xinyu yang melihat-lihat kelas-kelas yang mereka lewati.

Sampai akhirnya keduanya tiba di pintu masuk yang udah sepi. Xida menghentikan langkahnya, membuat Xinyu juga ikut berhenti dan menatap laki-laki jangkung itu bingung.

"Kok berhenti?" Tanya Xinyu bingung.

Xida menggeser tubuhnya sampai berdiri di depan Xinyu. Xinyu makin menatapnya heran.

"Xinyu," panggil Xida dengan menunduk sambil menatap Xinyu dengan tatapan lesu.

"Iya?"

"Boleh peluk?"

"Hah?"

Xinyu melongo saat mendengar permintaan dari Xida barusan. Xida terlihat serius, walaupun wajahnya lesu, dia terlihat serius dengan permintaannya.

Tanpa membalas, Xinyu langsung memeluk erat tubuh jangkung Xida dengan lembut. Tak lupa mengelus punggungnya, bermaksud ingin menyalurkan kehangatan kepada Xida yang akhir-akhir ini sedang dilanda masalah berat. Xinyu paham, pasti Xida tengah putus asa dan butuh sandaran dari seseorang. Oleh karena itu Xinyu terus memeluk Xida dengan lembut.

Xida pun tampak nyaman dan menyandarkan kepalanya di bahu sempit milik Xinyu. Tangannya juga memeluk punggung Xinyu. Xinyu dapat merasakan kalau Xida terasa lemah. Tidak sekuat biasanya, Xida yang di depannya ini terlihat rapuh.

"Xida mau cerita?" Bisik Xinyu bertanya.

Xida menggeleng di bahu Xinyu. Dia mengeratkan pelukan itu dan menenggelamkan wajahnya di bahu Xinyu. Sedangkan yang dipeluk hanya diam sambil terus mengelus punggung Xida lembut.

Setelah beberapa menit, Xida melepas pelukan itu sambil tersenyum kecil.

"Makasih, Xinyu. Maaf ya tiba-tiba minta peluk."

"Gak papa, Xida. Kalo butuh sandaran bilang aja, ya!"

"Sekali lagi makasih. Kalo gitu, gue pulang duluan, ya? Mau jenguk Papa."

"Oke. Hati-hati! Titip salam sama Papa lo, ya."

"Sip. Bye bye."

"Bye bye!"







Xinyu tidak sadar kalau itu akan menjadi terakhir kalinya dia akan bertemu dengan Xida. Xinyu tidak sadar kalau di sisi lain saat itu Tuhan melakukan rencana lain yang membuatnya harus ditinggalkan satu temannya di kelasnya.

-Class Princess-





𝐂𝐥𝐚𝐬𝐬 𝐏𝐫𝐢𝐧𝐜𝐞𝐬𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang