Sebuah sekolah menengah kejuruan sedang mengadakan ulangan kenaikan kelas untuk para siswa siswanya.
Salah satu ruangan yang ditinggalkan pengawas sedikit terlihat ramai. Beberapa siswa saling lempar pertanyaan dan jawaban satu sama lain. Saling membantu sebisa mungkin.
Seorang murid laki laki yang kesusahan memanggil temannnya memutuskan keluar bangku. Dia memberanikan diri menghampiri temannya setelah memastikan keadaan aman.
"Minta jawaban." Pintanya tanpa canggung.
Temannya yang menyembunyikan wajahnya dibalik lipatan tangan, menyodorkan kertas jawaban tanpa ingin melihat siapa yang meminta. Dia seperti tidak keberatan melakukan itu semua. Dirinya memilih memejamkan mata menunggu bel pulang berbunyi.
Murid laki laki itu dengan cepat menyalin jawaban dari kertas temannya. Tanpa dia sadari guru pengawas sudah berada di koridor luar menuju kedalam kelas.
"Syutt. Pak Angga." Seorang siswa yang duduk dekat pintu memberi peringatan untuk teman temannya yang lain. Dia orang pertama yang melihat kedatangan pak Angga diujung koridor.
Semuanya hening. Kelas kembali damai dalam hitungan detik. Tetapi siswa yang sedang menyalin jawaban itu belum menyelesaikan tugasnya. Saat dia tau waktunya sudah habis, dia segera beranjak, menyisakan beberapa nomber yang belum terjawab.
Guru itu memasuki ruangan. Dia tidak duduk di kursinya, melainkan berdiri tepat didepan kelas.
"Kesini kamu Abdi! Bawa kertas jawabannya!" Suara tegas pak Angga menggema di ruang kelas yang sepi.
Abdi. Laki laki yang berani meninggalkan tempatnya demi beberapa jawaban tadi mengangkat wajahnya.
"Kesini!!" Perintah gurunya lagi.
Abdi berdiri dari bangkunya, sebentar merapihkan baju yang keluar dari celana baru setelahnya menghampiri pak Angga didepan kelas.
PLAK!!!
Seketika kelas mencekam. Guru itu menampar Abdi dengan sangat keras tanpa sedikitpun penyesalan. Guru itu tidak merasa salah.
"Kamu pikir saya tidak lihat!? Enak sekali kamu mencontek yah!?" Pak Angga merampas kertas jawaban Abdi dengan kasar. Di depan kelas, disaksikan hampir semua murid, kecuali satu karena dia tertidur, guru itu merobek kertas jawaban Abdi menjadi beberapa bagian.
Normalnya semua orang akan ikut merasakan ketegangan, namun salah satu murid laki laki yang duduk dibangku belakang, malah menyunggingkan senyuman. Bukan karena Abdi, dia tersenyum karena memerhatikan seseorang yang menenggelamkan wajahnya itu terlihat tidak terusik sama sekali. Padahal dikasus ini, perempuan itu sangat terlibat. Dia yang memberikan contekannya.
"Semua kumpulkan hasil ulangan kalian, setelah itu segera ke Aula Perhotelan untuk menerima pengumuman." Pak Angga memberi perintah. Dia dengan cepat mengabaikan Abdi yang masih berdiri didepan kelas.
Bel berbunyi tak lama setelah Pak Angga memberi pengumuman. Jam ulangan telah berakhir, dan perempuan itu akhirnya mengangkat wajah berusaha beradaptasi dengan cahaya yang ditangkap matanya sekarang.
"Ada bagusnya juga lo tidur." Seorang teman laki laki mengacak acak rambutnya. Dan perempuan itu masih terdiam karena kesadaran yang belum sepenuhnya kembali.
Laki laki dibangku belakang juga belum beranjak. Dia masih betah memperhatikan teman perempuannya yang kebingungan dengan keadaan sekitar.
"Kara gaakan pulang?" Pak Angga memanggil dari depan.
Perempuan itu langsung tersadar. Dia buru buru memberesi peralatan sekolahnya kedalam tas, membawa hasil ulangan ke meja pengawas.
"Bapak lebih suka murid yang tidur dikelas daripada yang mundar mandir cari contekan!."
"hah?" Kara melongo tidak mengerti.
"Engga. Udah kamu langsung ke aula perhotelan. jadwal kunjungan industri bakal diumumin."
Kara segera mengangguk. Dia menyalami gurunya itu, lalu bergegas keluar kelas.
"Ini ulangan saya pak."
Pak Angga mengangguk menerima beberapa kertas dari satu satunya murid yang tersisa. Dia memeriksa sedikit dari kertas ditangannya.
"Eh Anka, jawaban kamu kok banyak yang sama, sama punyanya Kara?"
Anka menghentikan langkahnya saat hendak keluar kelas.
"Setiap soal memiliki satu jawaban benar. Kalo saya sama Kara sama sama nemuin jawabannya, jawaban kita gamungkin beda."
Laki laki bernama Anka itu kembali berpamitan, dia segera keluar kelas tanpa menunggu jawaban lain yang akan gurunya berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Ficção AdolescenteIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.