BAB LIMA

1.4K 118 7
                                    

Hari ini double update.
Kalau nggak ada kesibukan banget, besok juga. :)

Warning! 17+

***

  RAYMOND MENGHENTIKAN mobilnya di depan sebuah kafe bernuansa vintage berlantai dua dengan gaya Eropa. Di dalam sana sudah ada beberapa teman kuliahnya menunggu. Dia tidak langsung masuk, melainkan membalas pesan Vanessa yang sudah diterima sejak sepuluh menit lalu. Menanyakan kencan mereka nanti malam.

'Iya. Ntar jangan lupa minta izin ke ortu.'

Raymond sudah tidak mau lagi menjadi pengecut. Sejak bulan lalu, tepatnya saat tahun ajaran semester dua, dia meminta pendapat Vanessa agar hubungan mereka setidaknya diketahui oleh keluarga perempuan itu. Boleh jadi keluarganya tidak tahu, tapi setidaknya mereka tidak perlu bersembunyi dari keluarga Vanessa. Sulit sekali mau berkencan dan harus berbohong sebagai alasan. Beruntungnya, Mario dan Veronika menyambut baik hubungan mereka. Bahkan sepintas tersirat harapan Mario agar Raymond bisa membantu mendekatkan Vanessa dengan Angelica.

"Tumben telat, Bro."

Raymond hanya mengedikkan bahu mendengar perkataan Zikri, ketua di kelas Bisnis B. Sekaligus pemberi usul acara kumpul-kumpul sore ini.

"Bentar, deh, Rani masih di jalan. Kena macet katanya," sahut salah seorang dari dua perempuan di sana.

Mendengar nama Rani membuat Raymond seketika menghela napas. Perempuan yang selalu mengambil tempat duduk di sebelahnya saat jam perkuliahan. Kentara sekali menaruh rasa suka dan kerap mencari perhatiannya. Namun, dia lebih memilih dicap tidak peka dan super datar demi menjaga perasaan kekasihnya. Juga menjaga perasaannya agar tetap utuh.

"BTW, Ray, masa udah dua tahun lebih lo nggak peka-peka juga, sih, sama si Rani?" Zikri berkata setelah menyulut pemantik ke rokoknya. "Cewek bohai dianggurin. Mending lo pacarin buat senang-senang."

Kedua perempuan di sana berdeham tidak nyaman mendengar perkataan Zikri, membuat lelaki itu terkekeh, diikuti dua teman lainnya. Raymond pun ikut tidak nyaman mendengarnya. Sebab, memiliki seorang adik perempuan dan juga kekasih, tentu saja dia tidak ingin perlakuan buruk yang akan diterima mereka. Ajaran Gracia dan Tama serta kerabat yang lain terlalu kuat hanya untuk mempermainkan perempuan. Dia tidak ingin terkena karma—entah itu langsung pada dirinya, atau kerabat dan keturunannya nanti.

Sepuluh menit kemudian Rani datang. Perempuan itu mengenakan gaun selutut yang dipadukan dengan kardigan sesiku. Seperti biasa, dia langsung menarik kursi—yang entah mengapa kebetulan kosong—di samping Raymond. Mengulas senyum semanis mungkin, lalu menyapa semuanya. Berbagai makanan dan camilan serta minuman tersaji tidak lama kemudian. Sekali-kali karena dipaksa, Raymond membuka akun instagramnya dan mengunggah cerita kebersamaan mereka di sana. Tidak lupa menandai teman-temannya yang sekalian ingin mendapat pengikut dadakan.

Sebagai anak konglomerat, juga pernah menjadi sampul majalah remaja beberapa tahun lalu, ditambah ketampanan yang sangat dipuja para perempuan, tentu saja menjadi daya tarik orang-orang untuk mengikuti akunnya. Meski hanya ada beberapa foto menghiasi di sana, tetap saja para pengikut dengan setia memberikan tanda suka juga komentar. Bahkan pesan-pesan yang mungkin sudah ribuan tidak pernah dia baca. Dibiarkan begitu saja karena malas meladeni para remaja yang meminta untuk diikuti kembali atau bahkan meminta nomor ponselnya.

Dua jam kemudian perkumpulan itu pun bubar. Raymond langsung berpamitan dan bergerak cepat agar tidak mendengar permintaan tolong mengantarkan salah seorang dari mereka. Bukannya pelit, tapi ini sudah pukul enam dan dia belum salat magrib. Raymond berhenti sebentar di depan masjid di tepi jalan, lalu menjalankan kewajibannya sebagai umat beragama. Baru setelah itu kembali melanjutkan perjalanan menuju kediaman Hadiwijaya.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang