BAB IX

776 74 4
                                    

YES, sampai juga di babak ini... :)
Selamat membaca!

***

Angelica duduk di kursi rehat setelah menyelesaikan bagiannya. Jena, asistennya langsung memberikan air mineral dan kipas portabel. Finalisasi adegan akhir baru saja berakhir. Meski bukan pemeran utama, setidaknya peran Angelica lumayan banyak dalam film tersebut.

"Gimana kasus kemarin?" tanya Jena tiba-tiba. "Infotainment penasaran kenapa semua artikel yang menulis berita hoax tempo hari pada hilang. Belum lagi ... ada tuntutan dari pengacara keluarga kamu ke salah satu perusahaan media online."

Angelica mengerut samar. "Dituntut sama pengacara keluarga? Kok, aku nggak tahu, ya, Mbak Jen." Dia buru-buru mengeluarkan ponsel dan mengecek grup keluarga. Tidak ada satu pun pembahasan mengenai artikel hoax tempo hari. Hanya ada obrolan biasa dan kebanyakan kiriman-kiriman foto Renaldi oleh Reynald.

"Nih, tonton aja langsung," kata Jena, menyerahkan iPad yang menayangkan pemberitaan tuntutan pengacara keluarga Pratama pada sebuah media online. "Gila aja media online-nya. Main asal bikin artikel tanpa konfirmasi. Jatuhnya jadi hoax, fitnah. Apalagi ini menggiring banget headline sama isinya. Kalau Vanessa sampai tahu bakal lain cerita, kan?"

Angelica mengangguk pelan. Vanessa tidak boleh tahu, makanya dia langsung menyampaikan pada Raymond agar segera diselesaikan. Membayangkan saudara tirinya itu kembali stres karena ditinggal Vanessa membuat Angelica merinding. Cukup sekali saja, jangan sampai terulang kembali.

"Kenapa, sih, banyak banget yang hobi bikin berita nggak jelas sejak Ray menikah sama Vanessa?"

Pertanyaan retoris itu membuat Angelica mendengkus pelan. "Iri palingan. Nggak bisa nikah muda. Apalagi sama anak konglomerat pewaris kerajaan bisnis Pratama."

Jena terkekeh mendengar suara ketus Angelica. Hanya sebentar karena seseorang yang mendekat ke arah mereka mengalihkan atensi keduanya dari iPad yang masih menyala.

Raka. Aktor yang baru naik daun berkat peran antagonisnya dalam sinetron awal tahun kemarin. Sosok yang membuat Angelica langsung menarik semua pujian atas kemampuan akting juga perlakuan manisnya pada kru juga artis lain selama di lokasi syuting. Lelaki itu tersenyum manis menyapa Angelica dan Jena, lalu menyeret kursi rehatnya ke dekat Jena.

"Lagi ngobrolin apa, nih, asyik banget kayaknya."

Raka berkata basa-basi dengan pandangan lurus pada Angelica, membuat perempuan itu mendengkus pelan dan menjawab, "Nggak ada."

"Anyway, gue lagi nyari lawan main buat web series habis film ini. Lo mau nggak?" tawar Raka, lalu menatap Jena. "Atau, perlu gue kontak ke manajer lo aja lewat Mbak Jena?"

"Web series yang diangkat dari novel itu, ya?" Jena mengingat-ingat obrolan dengan Lala—manajer Angelica—tempo hari, lalu menggeleng pelan. "Kayaknya udah ditolak, kan, Ngel? Kamu nggak mau main di series itu."

"Loh, kenapa? Kan novelnya lagi booming banget, tuh. Pasti bakal laku keras series-nya." Raka berkerut heran melihat Angelica yang tetap tenang mendengarkan, dengan tatapan dilarikan ke arah kru yang membersihkan peralatan syuting. Sejak syuting bersama Angelica, meski tidak menjadi lawan main yang mengharuskan mereka berada pada satu adegan berduaan saja, membuat lelaki itu merasa penasaran dan ingin menaklukannya.

"Nggak terlalu signifikan, sih, alasannya. Angel belum mau main series, film aja dulu, lebih pasti. Nggak terlalu ikut-ikutan selera pasaran." Jena yang menjawab karena tahu sang artis tidak mau menjelaskan hal yang tidak penting itu.

"Yah, sayang banget. Padahal kayaknya cocok banget kalau gue dipasangin sama Angelica jadi lead couple di series itu." Raka menggeleng pelan, lalu menerima minuman yang dibawa asistennya.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang