BAB XVIII

364 64 3
                                    

Update kedua untuk hari ini. Hehe, aku lagi kejar target biar nggak berdebu naskah yang lain setelah ini tamat.


Habisnya, jadi orang di balik layar tuh benar-benar nggak menentu jam terbangnya. Baru juga mau liburan, tau-tau dapat panggilan. 

Selamat membaca lagi!

***

Angelica mengintip Pramudya yang tengah duduk di ayunan balkon. Sepagi ini mereka sudah mau berangkat ke lokasi wisata lainnya sesuai rencana. Mumpung Prisilia baru masuk ke kamar mandi, dia pun tersenyum dan langsung mendekati kekasihnya.

"Lamunin apa, Mas?"

Pramudya menoleh pada Angelica yang baru saja mendudukkan bokong di sebelahnya. "Nggak melamun, kok."

"Kalau bohong aku cium," godanya dengan wajah yang didekatkan.

Pramudya menggeleng geli, lalu kembali melempar pandangan ke depan. Melihat itu membuat Angelica gemas dan mengikuti kemauan hatinya untuk mencium pipi sang kekasih. Namun, sedetik sebelum bibir itu menyentuh pipi Pramudya, lelaki itu menoleh, sehingga bibir keduanya bertemu. Keduanya sama-sama terkejut. Angelica langsung menarik diri dan menyentuh bibirnya dengan tersipu. Ada getaran luar biasa di dadanya. Malu-malu melirik ke samping dan mendapati Pramudya masih dalam posisi yang sama menatapnya.

"Kan udah dibilang gue nggak bohong."

"Aku kan nggak sengaja," kilah Angelica, wajahnya sudah semerah tomat.

Ternyata seru juga menggoda Angelica yang salah tingkah, pikir Pramudya. Lelaki itu sebetulnya juga kehilangan kata di awal bibir mereka bersentuhan sampai beberapa detik lamanya. Ciuman pertama mereka yang tidak disengaja. Walau sudah sejak lama ingin melakukannya, Pramudya tetap saja segan dan tidak berani. Dia takut dicap lelaki mesum dan nantinya malah diburu oleh si kembar Pratama.

Angelica kembali melirik Pramudya. Pandangan mereka beradu. Hingga kemudian lelaki itu lebih dulu mendekatkan kepala mereka dan meletakkan tangannya di belakang kepala Angelica. Kembali mempertemukan kedua belah bibir yang canggung itu. Pramudya belum pernah berciuman sebelumnya. Dia hanya mengikuti insting lelakinya dan juga teringat beberapa adegan yang pernah ditonton sendiri maupun saat bersama Angelica di apartemen maupun bioskop.

Bibir Pramudya menggoda bibir basah Angelica dengan lembut. Mencecap bagian atas dan bawahnya bergantian, sebelum mengeluarkan lidah dan ikut membelai di sana. Bibir bawah perempuan itu digigit gemas, membuat si pemilik menggeram dan refleks membuka mulut; lidah keduanya beradu dengan nakal. Sedikit lama, sampai kemudian saling menjauhkan kepala dan benang-benang saliva tercetak jelas di antara keduanya. Pramudya menyelipkan anak rambut Angelica yang menjuntai ke pipi, lalu kembali mengecup bibir itu sebentar, setelahnya benar-benar menarik diri. Ada senyum simpul terbit di masing-masing bibir. Tanpa kata, namun sangat bermakna.

***

Liliana masih belum mau membuka suara. Terlebih pada Reynald. Dia tetap diam dan menyibukkan diri bermain ponsel. Bahkan sampai menelepon Mulya untuk menjemputnya pulang. Ibu muda itu merasa dia butuh ketenangan sementara waktu. Anggara juga sampai emosi saat mendengar permintaan putrinya itu—berpikiran buruk kalau Reynald sudah membuat si anak tunggal Dewo sakit hati. Padahal sebelumnya Reynald tidak jadi meminta saran seperti yang dikatakan Raymond. Lelaki itu pikir, permasalahannya dengan Liliana lebih baik mereka berdua saja yang menyelesaikan. Tidak harus sampai orang tua tahu. Namun, nyatanya Liliana sudah lebih dulu memberitahukan permasalahan tersebut pada orang tuanya.

"Rey ngaku salah ngomong, Pi. Maaf. Cuma kalau dijelasin semuanya lewat telepon nggak bakalan selesai. Nanti Papi sama Mami makin salah paham."

Hanya itu jawaban Reynald saat Anggara menghubunginya semalam. Lalu siang ini, ketika Liliana masih betah mendiamkannya dan Renaldi, terpaksa dia terus menahan sabar. Setidaknya sampai mertuanya benar-benar datang untuk mendengarkan secara langsung inti permasalahan mereka. Tidak hanya sepihak dari Liliana saja.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang