BAB SEPULUH

1.1K 104 5
                                    

Halo!

Yup, akhirnya kesampaian pegang laptop malam ini. Mohon koreksinya jika ada yang keliru. :)

***

"KOK, PADA DIAM-DIAMAN?"

Semua yang berada di ruang keluarga langsung menoleh pada Gracia. Nyonya rumah yang tampak kebingungan dengan situasi hening tidak biasanya. Terutama gelagat Raymond dan Angelica. Reynald sendiri sebenarnya biasa-biasa saja, masih menggoda Raufa—yang sibuk dengan lego—meski berbisik-bisik. Sedangkan Tama, sejak tadi sudah melirik tidak nyaman seperti istrinya yang peka terhadap sekitar.

"Kayak lagi ada ujian, ya, Ma," sahut Reynald, melirik kembarannya yang segera melemparkan tatapan tajam.

"Angel sama Mas Ray ada masalah?" pancing Tama, melirik si sulung yang sama tidak nyamannya dengan kondisi tersebut.

Angelica menggeleng. "Nggak ada, kok, Pa."

"Terus kenapa diam-diaman?" Lagi, lelaki paruh baya itu memancing. "Biasanya Angel selalu punya cerita—atau apalah, yang diomongin."

Perempuan muda itu melirik Raymond yang juga meliriknya. Menghela napas, dia pun berkata, "Angel cuma lagi ... hm ... bingung aja mau cerita apa. Soalnya lagi banyak pikiran."

"Lagi kesal sama Mas Ray, tuh, Ma!" Reynald dan mulut kompornya kembali mengusili Angelica dan Raymond. "Soalnya—"

"Diam, bisa nggak, Rey?!" geram Raymond, sudah sangat masam dan ingin menabok kembarannya itu.

Menghela napas, Tama pun kembali melirik satu-satunya perempuan muda di sana. "Mas Ray sudah kasih tahu Angel?" tanyanya, langsung mendapat anggukan ragu. "Angel marah sama Masnya?"

Angelica menggeleng pelan. "Nggak marah, Pa, Ma. Cuma ... ngerasa aneh aja. Soalnya, kan, Angel adik Mas Ray sama Mas Rey, dan Vanessa juga adiknya Angel. Terus...," Jeda, perempuan muda itu bingung cara menjelaskan maksud perasaannya. "... pokoknya aneh aja gitu."

Gracia dan Tama mengangguk paham. Raymond ikut menghela napas dibuatnya. Sementara Reynald yang memang sependapat dengan Angelica hanya diam. Kata-kata Angelica hampir sama dengan perkataannya pada Liliana tempo hari.

"Angel nggak bisa menerima hubungan mereka?" tanya Gracia kemudian.

Angelica menggeleng ragu. "Bukan nggak bisa menerima, Ma. Cuma ... aneh aja," lirihnya, tidak berani melirik Raymond.

"Karena Angel masih belum bisa menerima Vanessa sepenuhnya?"

"Bukan, Ma," sergahnya. "Angel nggak ada lagi, kok, permasalahin keberadaan Vanessa. Cuma ... apa ini nggak kelihatan kayak Mas Ray pacaran sama adiknya sendiri?"

Reynald yang tengah menyeruput minuman dibuat tersedak mendengar perkataan Angelica. Dia menyambar tisu dan langsung mengelap bibir sambil menahan tawa. "Maaf, Ma, Pa, semuanya. Nggak sengaja, seriusan," elaknya, kembali mendapat lirikan maut dari Raymond. "Mau tidur aja, deh, udah hampir pukul sembilan, nih. Assalamualaikum everybody!" Lelaki itu lantas berlari cepat menuju kamarnya di lantai dua.

Raymond menghela napas dan akhirnya bersuara. "Kamu adik Mas, tapi Vanes bukan. Meskipun dia adik kamu, tapi kalian nggak serumah. Itu aja bedanya. Ya, udah, Mas juga mau tidur dulu. Besok ada presentasi. Malam semuanya." Dia berdiri dan berjalan santai menuju tangga.

Melihat itu, Angelica menghela napas gusar. Dia menatap Gracia dan Tama yang hanya menggeleng pelan. Berselang beberapa menit kemudian, dia pun ikut beranjak ke kamar karena sudah disuruh.

***

Vanessa—yang tengah fokus mengaduk makanan—mendongak saat ada dua piring serta gelas tiba-tiba berada di seberang meja kantin yang dia tempati. Angelica dan Liliana yang bergabung di mejanya. Kakak seayah—beda ibunya—itu terlihat datar-datar saja. Hanya Liliana—yang sudah seminggu ini menggunakan kacamata photocromic—mengulas senyum manis padanya.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang